Selasa, 24 April 2012

Al quran, hadis dan kesehatan


PENDAHULUAN
  Latar Belakang
Sebagaimana telah kita ketahui bahwa Al-Qur`an adalah sumber pokok ajaran Islam sekaligus menjadi pegangan seluruh umat manusia hingga akhir zaman. Atas dasar Al-Qur’an inilah Nabi menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul dalam mayarakat Islam ketika itu. Penjelasan lebih lanjut dari Al-Qur’an diperinci oleh Rasulullah SAW melalui Sunnahnya.
Al-Quran dan Nabi dengan sunnahnya merupakan dua hal pokok dalam ajaran Islam. Keduanya merupakan hal sentral yang menjadi ”jantung” umat Islam. Karena seluruh hukum dan sumber keilmuan Islam terinspirasi dari dua hal pokok tersebut. Oleh karenanya, sangat wajar dan logis bila perhatian dan apresiasi terhadap keduanya melebihi perhatian dan apresiasi terhadap bidang yang lain.
Islam mendorong umat manusia yang beriman untuk mencapai sesuatu yang baik bagi mereka di dunia dan di akhirat untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan ilmu dan amal saleh dan sebagai prasyarat yang harus dimiliki adalahsehat / kesehatan.
Kitab suci Al-Qur’an merupakan sumber pedoman, bimbingan, dan kekuatan bagi kaum muslim di seluruh penjuru di dunia. Melalui Al-Qur’an, islam membimbing manusia menuju hidup sehat baik lahir maupun batin.  Tidak sedikit hadis-hadis Nabi Muhamad yang mengandung nilai-nilai medis. Yang selanjutnya mempengaruhi perkembangan ilmu kedokteran Islam.
Berpedoman kepada Al-Qur’an dan al-sunah, Islam membimbing manusia menuju hidup sehat, yaitu prilaku takwa berupa prilaku yang ditandai ketaatan kepada sang Pencipta sebagai konseo kesehatan Islami. Islam menolak praktek kesehatan apapun yang bertentangan dengan ajaran islam. Misalnya memohon bantuan dengan benda yang dianggap keramat atau oarng ang memiliki kekuatan sedangkan amalan-amalannya bertentangan dengan ajaran Islam.
Pengertian kesehatan tidak dijumpai dalam al-Qur’an, walaupun hal ini tidak berarti bahwa al-Quran tidak mementingkan masalah kesehatan. Al-quran kelihatanya tidak ingin terlibat dalam perdebatan dalam pengertian kata-kata, melainkan lebih menukik kepada sebab-sebab yang dapat menimbulkan kesehatan, seperti perintah makan dan minum yang halal dan baik, tidak berlebihan, tidak memabukkan, dll.  
Demikian pula kata ‘afiyah tidak dijumpai dalam al-qur’an. Melainkan terdapat dalam hadis Nabi yang artinya: “ Ya Alloh perkayalah diriku dengan ilmu, hiasilah diriku dengan ketakwaan dan percantiklah diriku dengan kesehatan yang sempurna”.



PEMBAHASAN

AL QURAN
A.    Pengertian Al Quran
Menurut bahasa, kata Al-Qur’an adalah bentuk masdar yang berasal dari kata qoro’a yang memiliki makna sinonim dengan kata qiro’ah, yaitu bacaan.
 Makna al-Qur’an secara istilah adalah Kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. membacanya merupakan ibadah, susunan kata dan isinya merupakan mu’jizat, termaktub di dalam mushaf dan dinukil secara mutawatir.
Menurut istilah, Al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dalam bahadsa arab, riwayatnya mutawattir. Oleh karena itu terjemahan Al-Qur’an tidak disebut sebagai Al-Qur’an.
Para ahli ilmu kalam berpendapat bahwa Al-Qur’an itu adalah lafal yang diturunkan kepada Nabi Muhammad mulai dari awal surah Al-Fatihah sampai surah An-Nas, yang mempunyai keistimewaan-keistimewaan yang terlepas dari sifat-sifat kebendaan.
Dr. A. Yusuf Al-Qosim memberukan definisi Al-Qur’an dengan menyebutkan identitasnya :
“Al-Qur’an ialah kalam mu’jiz yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang tertulis dalam mushaf yang diriwayatkan dengan mutawattir, dan membacanya adalah ibadah.” Al-qur’an merupakan sendi fundamental  dan rujukan pertama bagi semua dalil dan hukum syari’at.

B.     Keistimewaan Al-Qur’an
Dari beberapa pengertian Al-Qur’an diatas maka dapat diketahui bahwa Al-Qur’an memiliki keistimewaan-keistimewaan yaitu :
1.   Lafadz dan maknanya datang dari allah swt, dan diwahyukan kepada Rosululloh Saw melalui perantaraan malaikat jibril. Nabi tidak merubah kalimat maupun pengertian (makna)nya, dan hanya menyampaikan apa yang beliau terima. Oleh karena itu, tidak boleh meriwayatkan Al-Qur’an dengan makna, inilah yang membedakan Al-Qur’an dengan Hadits Qudsy. Karena Hadits Qudsy merupakan perkataan Nabi yang maknanya merupakan wahyu dari Allah SWT.
2.    Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa arab, sebagaimana firman Allah SWT :
Artinya : “Sesungguhnya Kami menjadikan Al-Quran dalam bahasa Arab supaya kamu memahami(nya).”
Berdasarkan hal tersebut, maka terjemahan Al-Qur’an kedalam bahasa lain tidak disebut sebagai Al-Qur’an dan karenanya maka tidak sah sholat menggunakan terjemahan Al-Qur’an.
3.   Al-Qur’an disampaikan/ diterima melalui jalan mutawattir, sehinnga menimbulkan keyakinan dan kepastian akan kebenaranya. Dia dihafal dalam hati, dibukukan dalam mushaf dan disebar luaskan keseluruh negeri.
Allah menjamin terpeliharanya Al-Qur'an dengan firman-Nya.
Artinya : “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Quran, dan Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.”
C.   Kehujjahan Al-Qur’an
Semua ayat-ayat dalam Al-Qur’an merupakan hujjah yang dapat diterima secara yakin. Alasan bahwa Al-Qur’an adalah hujjah bagi ummat manusia, dan hukum-hukumnya merupakan undang-undang yang harus ditaati ialah : bahwa Al-Qur’an itu diturankan dari sisi Allah SWT, dan di sampaikan kepada umat manusia dengan jalan yang pasti, dan tidak terdapat keraguan mengenai kebenarannya. Segala hukum yang bersumber dari Al-Qur’an merupakan hukum yang pasti dan tidak terdapat keraguan didalammya.
C.     Kedudukan Al-Qur’an
Al-Qur’an merupakan sumber hukum pertama bagi ummat islam. Al-Qur’an merupakan sendi fundamental  dan rujukan pertama bagi semua dalil dan hukum syari’at. Beberapa ulama bahkan mengatakan bahwa Al-Qur'an merupakan satu-satunya sumber hukum Islam, sedangkan semua sumber yang lain hanyalah bersifat menjelaskan Al-Qur’an.
Terdapat sejumah ayat didalam Al-Qur’an yang menetapkan sumber-sumber syari’ah dan urutan prioritas sumber-sumber hukum tersebut. Salah satunya terdapat dalam surah An-Nisa’ ayat 59 :
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
Mentaati Allah dalam ayat ini menunjuk kepada Al-Qur’an, dan mentaati Rasul menunjuk kepada Hadits. Ketaatan kepada Ulul Amri menjadi rujukan bagi Ijma’, dan dagian terakhir dari ayat yang mengharuskan dikembalikannya segala perselisihan kepada Allah dan Rasulnya menunjukkan keabsahan Qiyas ketika tidak terdapat nash Al-Qur'an dan Hadits ataupun Ijma’.



E.  Kandungan Hukum Al-Qur’an
Terdapat tiga macam hukum yang terkandung dalam ayat-ayat Al-Qur'an, yaitu :
    Pertama, hukum-hukum yang berkaitan dengan Akidah (keimanan), yang bersangkutan dengan hal-hal yang harus dipercayai (diimani) oleh setiap muslim, mengenai Zat-Nya, para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Para Rosul-Nya, segala ketetapan dan ketentuan-Nya, serta hari kemudian.
   Kedua, hukum-hukum Allah yang bersangkutan dengan hal-hal yang harus dimiliki oleh setiap muslim atau hal-hal yang harus dijadikan perhiasan oleh setiap mukallaf (Akhlaqul Karimah), berupa hal-hal keutamaan dan menghindarkan diri dari hal kehinaan.
  Ketiga, hukum-hukum amaliyah yang bersangkutan dengan tindakan setiap mukallaf, yang meliputi masalah perkataan, perbuatan, akad dan pembelanjaan (pengelolaan harta benda). Macam yang ketiga ini merupakan Fiqhul Qur’an.
Hukum amaliyah dalam Al-Qur'an terdiri dari dua cabang hukum, yaitu :
1.  Hukum-hukum Ibadah, seperti sholat, puasa, zakat, haji, nadzar, sumpah dan ibadah-ibadah lainnya yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan Tuhannya.
2.  Hukum-hukum Muamalah, seperti : akad, pembelanjaan, hukuman, pidana, hutang-piutang dan lain-lain yang tidak berkaitan dengan ibadah vertikal. Hukum Muamalah mengatur hubungan antara manusia dengan sesamanya baik perseorangan ataupun kelompok.
AL-HADITS/ AS-SUNNAH
A.  Pengertian
Secara lughowiyah hadits berarti baru, hadits juga dapat diartikan “sesuatu yang dibicarakan dan dinukil.”
Menurut istilah ahli hadits yang dimaksud dengan As-Sunnah adalah segala yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik yang berupa perkataan, perbuatan, dan pengakuan/ ketetapan Rasulullah SAW, yang berposisi sebagai petunjuk dan tasyri’.
Sedangkan menurut istilah ahli ushul fiqh hadits adalah perkataan, perbuatan dan penetapan yang disandarkan kepada nabi Muhammad saw setelah kenabiannya. Adapun perkataan, perbuatan dan penetapan beliau sebelum kenabiannya tidak dianggap sebagai hadits.
 B. Kehujjhan Hadits
Para ulama bersepakat bahwa sunnah merupakan sumber syari’ah yang ketentuan-ketentuannya sejajar dengan Al-Qur'an. Hal ini jika hadits tersebut merupakan hadits yang mutawattir (shohih). Hukum islam merupakan apa yang terkandung dalam Al-Qur'an menurut penjelasan rosul melalui sunnahnya
 Bukti tentang kehujjahan hadits sebagai sumber hukum didasarkan kepada beberapa ayat Al-Qur'an, diantaranya :
Katakanlah: "Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, Maka Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir".
C.  Kedudukan Hadits
Kedudukan hadits menurut urutan prioritas sumber-sumber hukum syari’ah berada pada posisi kedua setelah Al-Qur'an. Seorang mujtahid tidak akan kembali kepada hadits ketika membahas suatu kejadian, kecuali jika hal tersebut tidak terdapat dalam Al-Qur'an.
Abdullah bin Mas’ud Ra. mengatakan bahwa : siapa diantara kalian yang diminta keputusannya, maka hendaklah ia memutuskan menurut Kitabullah. Jika masalah yang dihadapi tersebut tidak terdapat sdalah Kitabullah, maka hendaklah ia memutuskan menurut keputusan yang diambil oleh Rosululloh Saw.
Adapun hubungan Hadits dengan Al-Qur'an dari segi kandungannya, adalah :
1.      Adakalanya hadits mengukuhkan hukum yang telah ada pada Al-Qur'an. Sehingga permasalahan tersebut memiliki dua dasar hukum yang dapat dijadikan hujjah. Seperti : perintah mendirikan sholat, puasa, zakat, haji, juga larangan menyekutukan allah, membunuh dan lain-lain.
2.      Adakalanya hadits memperinci dan menjelaskan hal-hal yang telah ada pada Al-Qur'an, atau mentakhshish hal hal yang terdapat dalam Al-Qur'an. Seperti hadits fi’liyah tentang cara mendirikan sholat, manasik haji dan sebagainya.
3.      Adakalanya hadits membentuk / menetapkan hukum baru yang tidak terdapat dalam Al-Qur'an. Misalnya, hadits tentang keharaman binatang buas yang bertaring dan burung yang  bercakar tajam, juga keharaman memakai kain sutera bagi laki-laki, dan sebagainya.
  D.        Macam-Macam Hadits
Dari pengertaian sunnah yang telah dikemukakan diatas, maka sunnah dapat dibagi kedalam tiga macam, yaitu ;
1.      Sunnah Qouliyah, yaitu sunnah yang berupa perkataan-perkataan beliau tentang suatu permasalahan yang berkaitan dengan hukum Syari’at.
2.      Sunnah Fi’liyah, yaitu sunnah yang berupa amaliyah yang dikerjakan oleh Nabi Muhammad SAW, seperti cara beliau melaukan sholat, puasa, wudhu, dan lain-lain.
3.      Sunnah Taqririyah, yaitu pengakuan/ pembenaran Nabi SAW terhadap perkataan atau perbuatan yang bersumber dari sahabatnya, baik pembenaran itu dengan diamnya atau tidak diingkarinya maupun dengan menyatakan persetujuannya. Baik perkataan atau perbuatan sahabatnya itu dilakukan didepannya ataupun dibelakangnya. Pembenaran terhadap perkataan atau perbuatan sahabat ini dipandang sebagai hadits juga karena jika perbuatan atau perkataan sahabat itu munkar tentu beliau melarangnya.
 B.         Kehujjhan Hadits
Para ulama bersepakat bahwa sunnah merupakan sumber syari’ah yang ketentuan-ketentuannya sejajar dengan Al-Qur'an. Hal ini jika hadits tersebut merupakan hadits yang mutawattir (shohih). Hukum islam merupakan apa yang terkandung dalam Al-Qur'an menurut penjelasan rosul melalui sunnahnya
 Bukti tentang kehujjahan hadits sebagai sumber hukum didasarkan kepada beberapa ayat Al-Qur'an, diantaranya :
Katakanlah: "Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, Maka Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir".
C.         Kedudukan Hadits
Kedudukan hadits menurut urutan prioritas sumber-sumber hukum syari’ah berada pada posisi kedua setelah Al-Qur'an. Seorang mujtahid tidak akan kembali kepada hadits ketika membahas suatu kejadian, kecuali jika hal tersebut tidak terdapat dalam Al-Qur'an.
Abdullah bin Mas’ud Ra. mengatakan bahwa : siapa diantara kalian yang diminta keputusannya, maka hendaklah ia memutuskan menurut Kitabullah. Jika masalah yang dihadapi tersebut tidak terdapat sdalah Kitabullah, maka hendaklah ia memutuskan menurut keputusan yang diambil oleh Rosululloh Saw.
Adapun hubungan Hadits dengan Al-Qur'an dari segi kandungannya, adalah :
1.      Adakalanya hadits mengukuhkan hukum yang telah ada pada Al-Qur'an. Sehingga permasalahan tersebut memiliki dua dasar hukum yang dapat dijadikan hujjah. Seperti : perintah mendirikan sholat, puasa, zakat, haji, juga larangan menyekutukan allah, membunuh dan lain-lain.
2.     Adakalanya hadits memperinci dan menjelaskan hal-hal yang telah ada pada Al-Qur'an, atau mentakhshish hal hal yang terdapat dalam Al-Qur'an. Seperti hadits fi’liyah tentang cara mendirikan sholat, manasik haji dan sebagainya.
3.     Adakalanya hadits membentuk / menetapkan hukum baru yang tidak terdapat dalam Al-Qur'an. Misalnya, hadits tentang keharaman binatang buas yang bertaring dan burung yang  bercakar tajam, juga keharaman memakai kain sutera bagi laki-laki, dan sebagainya.
  D. Macam-Macam Hadits
Dari pengertaian sunnah yang telah dikemukakan diatas, maka sunnah dapat dibagi kedalam tiga macam, yaitu ;
1.     Sunnah Qouliyah, yaitu sunnah yang berupa perkataan-perkataan beliau tentang suatu permasalahan yang berkaitan dengan hukum Syari’at.
2.     Sunnah Fi’liyah, yaitu sunnah yang berupa amaliyah yang dikerjakan oleh Nabi Muhammad SAW, seperti cara beliau melaukan sholat, puasa, wudhu, dan lain-lain.
3.     Sunnah Taqririyah, yaitu pengakuan/ pembenaran Nabi SAW terhadap perkataan atau perbuatan yang bersumber dari sahabatnya, baik pembenaran itu dengan diamnya atau tidak diingkarinya maupun dengan menyatakan persetujuannya. Baik perkataan atau perbuatan sahabatnya itu dilakukan didepannya ataupun dibelakangnya. Pembenaran terhadap perkataan atau perbuatan sahabat ini dipandang sebagai hadits juga karena jika perbuatan atau perkataan sahabat itu munkar tentu beliau melarangnya.



KESEHATAN
A.    Pengertian Sehat
Sehat adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Upaya penaggulangan dan pencegahan gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan dan/atau perawatan termasuk kehamilan dan persalinan. Sehat sesuatu yang berguna untuk melakukan aktivitas.
Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah atau masyarakat.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pada tahun 1948, kesehatan didefinisikan sebagai “keadaan lengkap fisik, mental, dan kesejahteraan sosial dan bukan hanya ketiadaan penyakit atau kelemahan”
Pada 1986, WHO, dalam Piagam Ottawa untuk Promosi Kesehatan, mengatakan bahwa kesehatan adalah “sumber daya bagi kehidupan sehari-hari, bukan tujuan dari kehidupan.
Menurut White (1977)
Sehat adalah suatu keadaan di mana seseorang pada waktu diperiksa tidak mempunyai keluhan ataupun tidak terdapat tanda-tanda suatu penyakit dan kelainan.
Menurut Pepkin’s
Sehat adalah suatu keadaan keseimbangan yang dinamis antara bentuk tubuh dan fungsi yang dapat mengadakan penyesuaian, sehingga dapat mengatasi gangguan dari luar.
Kata ‘sehat’ merupakan indonesianisasi dari bahasa Arab ash-shihhah dan berarti sembuh, sehat, selamat dari cela, nyata, benar, dan sesuai dengan kenyataan (Warson, [t.th.]:817). Kata ‘sehat’ dapat diartikan pula: (1) dalam keadaan baik segenap badan serta bagian-bagiannya (bebas dari sakit), waras, (2) mendatangkan kebaikan pada badan, (3) sembuh dari sakit (Kamus Besar, 1990:794).
Dalam bahasa Arab terdapat sinonim dari kata ash-shihhah yaitu al-‘afiah yang berarti ash-shihhah at-tammah (sehat yang sempurna – Warson [t.th.]:1021).Kadang-kadang kedua kata itu digabung menjadi satu ash-shihhah wa al’afiah, diindonesiakan menjadi ‘sehat wal afiat’ dan  artinya sehat secara sempurna.
Dalam kaitan dengan ilmu kesehatan maupun ilmu keperawatan, yang dimaksudkan dengan kata sehat adalah seluruh tubuh (termasuk anggota badan) dalam keadaan baik berfungsi sebagaimana adanya. Kaki dikatakan sehat manakala kaki itu berfungsi secara penuh dan tidak ada sama sekali disfungsi baginya sedikitpun di samping tidak merasa sakit (warson, [t.th.]:1420
Kesehatan menurut wikipedia adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Sedangkan Pengertian Kesehatan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1948  menyebutkan bahwa pengertian kesehatan adalah sebagai “suatu keadaan fisik, mental, dan sosial kesejahteraan dan bukan hanya ketiadaan penyakit atau kelemahan”
Pada tahun 1986, WHO, dalam Piagam Ottawa untuk Promosi Kesehatan, mengatakan bahwa pengertian kesehatan adalah “sumber daya bagi kehidupan sehari-hari, bukan tujuan hidup Kesehatan adalah konsep positif menekankan sumber daya sosial dan pribadi, serta kemampuan fisik.

Kesehatan Menurut Undang-Undang

Dalam Undang-Undang ini yang pengertian kesehatan adalah:
  • Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
  • Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat.
  • Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
  • Sarana kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan.
  • Kesehatan adalah sesuatu yang sangat berguna
Pemeliharaan kesehatan adalah upaya penaggulangan dan pencegahan gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan dan/atau perawatan termasuk kehamilan dan persalinan.
Pendidikan kesehatan adalah proses membantu sesorang, dengan bertindak secara sendiri-sendiri ataupun secara kolektif, untuk membuat keputusan berdasarkan pengetahuan mengenai hal-hal yang memengaruhi kesehatan pribadinya dan orang lain.

B.     Aspek-Aspek Kesehatan

Pada dasarnya kesehatan itu meliputi empat aspek, antara lain :
A. Kesehatan fisik terwujud apabila sesorang tidak merasa dan mengeluh sakit atau tidak adanya keluhan dan memang secara objektif tidak tampak sakit. Semua organ tubuh berfungsi normal atau tidak mengalami gangguan.
B. Kesehatan mental (jiwa) mencakup 3 komponen, yakni pikiran, emosional, dan spiritual.
·         Pikiran sehat tercermin dari cara berpikir atau jalan pikiran.
·         Emosional sehat tercermin dari kemampuan seseorang untuk mengekspresikan emosinya, misalnya takut, gembira, kuatir, sedih dan sebagainya.
·         Spiritual sehat tercermin dari cara seseorang dalam mengekspresikan rasa syukur, pujian, kepercayaan dan sebagainya terhadap sesuatu di luar alam fana ini, yakni Tuhan Yang Maha Kuasa. Misalnya sehat spiritual dapat dilihat dari praktik keagamaan seseorang. Dengan perkataan lain, sehat spiritual adalah keadaan dimana seseorang menjalankan ibadah dan semua aturan-aturan agama yang dianutnya.
C.  Kesehatan sosial terwujud apabila seseorang mampu berhubungan dengan orang lain atau kelompok lain secara baik, tanpa membedakan ras, suku, agama atau kepercayan, status sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya, serta saling toleran dan menghargai.
D. Kesehatan dari aspek ekonomi terlihat bila seseorang (dewasa) produktif, dalam arti mempunyai kegiatan yang menghasilkan sesuatu yang dapat menyokong terhadap hidupnya sendiri atau keluarganya secara finansial.
Bagi mereka yang belum dewasa (siswa atau mahasiswa) dan usia lanjut (pensiunan), dengan sendirinya batasan ini tidak berlaku. Oleh sebab itu, bagi kelompok tersebut, yang berlaku adalah produktif secara sosial, yakni mempunyai kegiatan yang berguna bagi kehidupan mereka nanti, misalnya berprestasi bagi siswa atau mahasiswa, dan kegiatan sosial, keagamaan, atau pelayanan kemasyarakatan lainnya bagi usia lanjut.
Kesehatan Jasmani
Kesehatan jasmani dan fisik merupakan keadaan yang sangat penting dalam mendukung seluruh kegiatan. Pelaksanaan ibadah dalam Islam seperti salat, puasa, dan ibadah haji hanya dapat dikerjakan dengan sempurna apabila keadaan jasmani dalam keadaan sehat. Kesehatan jasmani erat kaitannya dengan mengkonsumsi makanan dan minuman yang halal dan baik, yaitu makanan dan minuman yang selain secara hukum dinyatakan boleh dimakan dan diminum, juga harus dalam keCadaan baik (thayib), yang dalam penilitian ahli kesehatan terkait dengan makanan yang mengandung gizi dan kalori menurut penilian ahli kesehatan.
Dalam ajaran islam upaya memelihara kesehatan jasmani dan fisik ini terkait dengan ajaran tentang bersuci (thaharah) seperti penggunaan air yang bersih dan mensucikan untuk keperluan memasak, minum, mandi, berwudhu,dan sebagainya, ketentuan barang-barang yang dinilai sebagai najis, kotor, dan menjijikkan, mandi, berwudhu, istinja’, buang air, tayamum, mencuci pakaian, tempat dan lingkungan.
Ajaran tentang thaharah yang terkait dengan pelaksanaan berbagai ibadah dalam islam yang demikian detail dan mendalam itu, selain ditujukan untuk persyaratan ibadah agar dianggap sah secara hukum, tetapi juga agar timbul budaya, sikap hidup dan kepribadian yang mencintai dan peduli terhadap kebersihan dalam arti seluas-luasnya.
Upaya memelihara kesehatan jasmani dan fisik ini diikuti pula dengan ketentuan adanya sejumlah barang-barang yang dilarang untuk dikonsumsi. Seperti, bangkai, anjing, babi, air seni (urine), dll. Dengan demikian, tampak bahwa ajaran islam sangat mementingkan kesehatan jasmani dan fisik yang dilakukan dengan cara memelihara kebersihan makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal dan seterusnya yang secara keseluruhan terintegrasi dalam pelaksaan ibadah.
Kesehatan Rohani
Kesehatan jasmani dan fisik dalam ajaran islam memiliki hubungan yang erat dengan kesehatan yang bersifat rohaniah. Orang yang sedang sakit gigi misalnya, menyebabkan pikiran dan perasaannya terganggu, takut jika penyakitnya tidak dapat disembuhkan. Demikian pula orang yang terganggu kesehatan rohaninya seperti tergoncang jiwanya akibat mendapatkan musibah atau dihadapkan pada berbagai permasalahan yang menyebabkan tidak nafsu makan, badan lemas, dan pada akhirnya sakit.
            Al-Qur’an banyak berbicara tentang penyakit jiwa. Mereka yang lemah iman dinilai sebagai orang yang memiliki penyakit di dalamnya dadanya. Penyakit- penyakit kejiwaan pun beraneka ragam dan bertingkat-tingkat. Sikap angkuh, benci, dendam, fanatisme, antaralain disebabkan karena bentuk keberlebihan seseorang. Sedangkan rasa takut, cemas, pesisme, rendah diri, dll adalah karena kekurangannya.
Kesehatan Sosial
       Hidup bermasyarakat dalam arti seluas-luasnya adalah merupakan salah satu naluri manusia. Ia tidak bisa dan tidak mungkin mampu hidup sendirian. Berdasarkan petunjuk Al-Qur’an dan hadis, kita menjumpai ajaran etika bermasyarakat tersebut antara lain ajaran tolong-menolong, saling menasehati, menghormati, saling asah, asuh, dan asih.
Ajaran islam tentang perlunya membangun masyarakat yang sehat dapat pula dari hampir seluruh misi, hikmah, dan pesan ang terdapat dalam ajaran ibadah dalam islam. Salat misalnya, dapat ditujukan agar mampu mencegah dari perbuatan keji dan munkar. Zakat ditujukan untuk menunjukkan kepedulian social, dll.

Dalam tinjauan ilmu fiqh, kesehatan sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai kebersiahan dan kemaslahatan yang diperoleh ole kita. Beberapa ajaran dan tuntunanan tersebut mengandung kajian dan nilai-nilai kedokteran, antara lain:
§   Cara bersuci yang diajarkan Nabi
§   Larangan kencing di air tergenang
§   Sunah untuk berkhitan
§   Perintah memotong kuku, membersihkan bulu ketiak, dan kemaluan
§   Kewajiban mandi selepas bersetubuh
§   Keharusan mencuci tangan sebelum dan sesudah makan
Sedangkan dalam tinjauan tasawuf, dengan adanya kesehatan pada jasmani, maka kita akan dapat laksanakan ibadah dengan khusyu’ tanpa adanya keluhan rasa sakit. Serta juga tidak menghalangi aktifitas ibadah yang akan kita laksanakan.    
      Dalam tinjauan akhlaq, rohani dan jiwa yang sehat akan membebaskan diri kita dari segala penyakit hati, seperti dengki, iri hati, dll.  Kesehatatan rohani dapat kita latih dengan menerapkan sifat-sifat terpuji yang telah diajarkan oleh nabi kepada kita.
C.    Tujuan Kesehatan
Salah satu tujuan nasional adalah memajukan kesejahteraan bangssa, yang berarti memenuhi kebutuhan dasar manusia, yaitu pangan, sandang, pangan, pendidikan, kesehatan, lapangan kerja dan ketenteraman hidup. Tujuan pembangunan kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk, jadi tanggung jawab untuk terwujudnya derajat kesehatan yang optimal berada di tangan seluruh masyarakat.

Tujuan Kesehatan Dalam Segala Aspek

Salah satu tujuan nasional adalah memajukan kesejahteraan bangsa, yang berarti memenuhi kebutuhan dasar manusia, yaitu pangan, sandang, pangan, pendidikan, kesehatan, lapangan kerja dan ketenteraman hidup. Tujuan pembangunan kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk, jadi tanggung jawab untuk terwujudnya derajat kesehatan yang optimal berada di tangan seluruh masyarakat Indonesia, pemerintah dan swasta bersama-sama.

Tujuan dan Ruang Lingkup Kesehatan Lingkungan

Tujuan dan ruang lingkup kesehatan lingkungan dapat dibagi menjadi dua, secara umum dan secara khusus. Tujuan dan ruang lingkup secara umum, antara lain:
  1. Melakukan koreksi atau perbaikan terhadap segala bahaya dan ancaman pada kesehatan dan kesejahteraan hidup manusia.
  2. Melakukan usaha pencegahan dengan cara mengatur sumber-sumber lingkungan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan hidup manusia.
  3. Melakukan kerja sama dan menerapkan program terpadu di antara masyarakat dan institusi pemerintah serta lembaga nonpemerintah dalam menghadapi bencana alam atau wabah penyakit menular.
Adapun tujuan dan ruang lingkup secara khusus meliputi usaha-usaha perbaikan atau pengendalian terhadap lingkungan hidup manusia, yang di antaranya berupa:.[8]
  1. Menyediakan air bersih yang cukup dan memenuhi persyaratan kesehatan.
  2. Makanan dan minuman yang diproduksi dalam skala besar dan dikonsumsi secara luas oleh masyarakat.
  3. Pencemaran udara akibat sisa pembakaran BBM, batubara, kebakaran hutan, dan gas beracun yang berbahaya bagi kesehatan dan makhluk hidup lain dan menjadi penyebab terjadinya perubahan ekosistem.
  4. Limbah cair dan padat yang berasal dari rumah tangga, pertanian, peternakan, industri, rumah sakit, dan lain-lain.
  5. Kontrol terhadap arthropoda dan rodent yang menjadi vektor penyakit dan cara memutuskan rantai penularan penyakitnya.
  6. Perumahan dan bangunan yang layak huni dan memenuhi syarat kesehatan.
  7. Kebisingan, radiasi, dan kesehatan kerja.
  8. Survei sanitasi untuk perencanaan, pemantauan, dan evaluasi program kesehatan lingkungan
Tujuan Pembangunan Kesehatan
Untuk jangka panjang pembangunan bidang kesehatan diarahkan untuk tercapainya tujuan utama sebagai berikut:
  1. Peningkatan kemampuan masyarakat untuk menolong dirinya sendiri dalam bidang kesehatan.
  2. Perbaikan mutu lingkungan hidup yang dapat menjamin kesehatan.
  3. Peningkatan status gizi masyarakat.
  4. Pengurangan kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas).
  5. Pengembangan keluarga sehat sejahtera, dengan makin diterimanya norma keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera.

Dasar-Dasar Pembangunan Kesehatan

Dasar-dasar pembangunan nasional di bidang kesehatan adalah sebagai berikut:

  • Semua warga negara berhak memperoleh derajat kesehatan yang optimal agar dapat bekerja dan hidup layak sesuai dengan martabat manusia.
  • Pemerintah dan masyarakat bertanggung jawab dalam memelihara dan mempertinggi derajat kesehatan rakyat.
  • Penyelenggaraan upaya kesehatan diatur oleh pemerintah dan dilakukan secara serasi dan seimbang oleh pemerintah dan masyarakat.

D.    Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan
Faktor- faktor yang mempengaruhi kesehatan :
  1. Environment atau lingkungan.
  2. Behaviour atau perilaku, Antara yang pertama dan kedua dihubungkan dengan ecological balance.
  3. Heredity atau keturunan yang dipengaruhi oleh populasi, distribusi penduduk, dan sebagainya.
  4. Health care service berupa program kesehatan yang bersifat preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif.
Dari empat faktor tersebut di atas, lingkungan dan perilaku merupakan faktor yang paling besar pengaruhnya (dominan) terhadap tinggi rendahnya derajat kesehatan masyarakat.

6 faktor utama yang sangat mempengaruhi kesehatan, yaitu :
Udara
Setiap saat kita menghirup udara karena tubuh kita memerlukan oksigen untuk bekerja. Itulah mengapa biasanya di daerah pegunungan tubuh kita akan terasa lebih segar karena tubuh dapat maksimal mendapatkan oksigen yang di perlukan sehingga mempengaruhi kerja metabolisme tubuh kita.
Air
Tubuh kita juga sangat memerlukan air untuk dapat bekerja. Jika tubuh kita kekurangan air akan sangat berpengaruh bagi kesehatan. Penyakit kencing batu misalnya, salah satu penyebabnya adalah karena organ kandung kemih kita kekurangan air untuk dapat melarutkan zat garam yang ada di dalam tubuh sehingga terjadi pengendapan.
Makanan dan minuman
Makanan dan minuman yang memenuhi kecukupan nutrisi sangat di butuhkan oleh tubuh. Karena masing masing organ tubuh kita memerlukan kandungan nutrisi dan zat tertentu agar dapat berfungsi dengan baik. Itulah mengapa kita di anjurkan agar dapat mengkonsumsi makanan sehat yang cukup nutrisi setiap hari. Tapi apakah setiap hari kita bisa menjalankan hal tersebut ?
Istirahat
Istirahat yang cukup juga sangat di perlukan oleh tubuh. Karena beberapa organ tubuh kita juga perlu untuk istirahat bekerja pada waktu tertentu. Itulah mengapa kita merasakan sangat tidak nyaman bahkan sulit berkonsentrasi jika kita kekurangan waktu untuk tidur setiap harinya.
Emosi
Keseimbangan emosi sangat berpengaruh bagi kesehatan. Di beberapa Negara maju seperti di Eropa bahkan telah di teliti ada beberapa kasus penyakit yang di timbulkan oleh kadar stress yang tinggi dari pengidapnya. Banyak sekali organ tubuh yang terganggu pada saat emosi kita tidak seimbang.
Olahraga
Di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat, mungkin kata-kata itu sudah lama sekali pernah kita dengar. Kita olahraga sangat penting bagi tubuh, olahraga yang rutin dan teratur dapat menurunkan kadar kolesterol, kadar gula darah dan lainnya. Pertanyaannya apakah kita bisa meluangkan waktu untuk berolahraga 20 menit sehari ? Seminggu sekali? Sebulan sekali? Atau bahkan setahun sekali ?


E.  Konsep Sehat
Nabi Muhammad SAW lewat sunnahnya memberi perhatian yang serius terhadap kesehatan manusia. Sunnah Nabi menganggap keselamatan dan kesehatan sebagai nikmat Allah yang terbesar yang harus diterima dengan rasa syukur.
Firman Allah dalam Al Quran Surah Ibrahim [14]:7
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.
Bentuk syukur terhadap nikmat Allah melalui kesehatan ini adalah senantiasa menjaga kesehatan sesuai dengan sunnatullah.
Rasulullah bersabda. “Dua nikmat yang sering tidak diperhatikan oleh kebanyaka manusia yaitu kesehatan dan waktu luang.” (HR. Bukhari yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas)
F.     Upaya Kesehatan
Dalam Al-Qur’an maupun hadits, telah diperingatkan akan pentingnya memperhatikan kesehatan baik dalam konteks upaya promotfi, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
1)  Upaya Promotif
Yaitu upaya untuk meningkatkan kondisi yang sudah baik atau sehat menjadi lebih baik atau lebih sehat.
2)   Upaya Preventif.
Yaitu upaya mencegah atau melindungi diri dari terjadinya penyakit.
3)   Upaya Kuratif.
Walaupun yang menyembuhkan penyakit itu Allah, tetapi bila dalam keadaan sakit haruslah berusaha menyembuhkannya dengan jalan berobat.
4)  Upaya Rehabilitatif.
Upaya rehabilitatif adalah upaya memperbaiki atau mengembalikan suatu kondisi dari keadaan sakit menjadi lebih sehat. Upaya rehabilitatif harus senantiasa diupayakan agar tidak jatuh kepada kondisi lebih parah atau buruk.

AL QURAN, HADIS DAN KESEHATAN
Tidak ada satu kata pun di dalam Alquran menyebutkan kata ash-shihhah dan al’afiah, tetapi Alquran menyebutkan perkataan syifa’ yang berarti kesembuhan (dari sakit), dan pengobatan (menuju kesembuhan dari keadaan sakit). Kata syifa’ disebut tiga kali dalam Alquran, yaitu surat Yunus ayat 57, surat al-Isra; ayat 80, dan surat Fushilat ayat 69. Disebutkan bahwa di samping sebagai petunjuk Alquran juga dinyatakan sebagai obat yang menyembuhkan. Allah berfirman:
Artinya:
Dan Kami turunkan dari Alquran suatu yang menjadi obat (penawar) dan rahmat bagi orang-orang yang beriman, dan Alquran itu tidaklah menambah kepada orang-orang zalim selain kerugian (Q.S. al-Isra’/17:82).
Dari ayat ini dapat dipahami bahwa Alquran sebagai penyembuh hanya kepada orang yang beriman secara Islam. Non muslim dikategorikan sebagai orang-orang lalim, otomatis tidak sehat. Dengan demikian, yang dimaksud sehat atau sakit dalam ayat ini bersifat rohaniah. Secara fisik orang dikatakan sehat tetapi secara rohaniah belum tentu dikatakan sehat. Ukuran sehat atau sakit terletak pada ‘iman’ secara Islam. Tipologi kesehatan yang demikian ini secara lebih eksplisit, yaitu penyakit hati, kata lain dari rohani,  disebutkan kembali dalam ayat berikut:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ
Artinya:
Wahai manusia ! sungguh telah datang kepadamu pelajaran (Alquran) dari Tuhanmu, penyembuh bagi penyakit yang ada dalam dada, dan petunjuk serta rahmat bagi orang yang beriman (Q.S. Yunus/10:57).
Selanjutnya, Alquran memberi petunjuk bahwa madu lebah mengandung obat. Allah berfirman:
ثُمَّ كُلِي مِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ فَاسْلُكِي سُبُلَ رَبِّكِ ذُلُلا يَخْرُجُ مِنْ بُطُونِهَا شَرَابٌ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ فِيهِ شِفَاءٌ لِلنَّاسِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَةً لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Artinya:
Kemudian makanlah dari segala (macam) buah-buahan lalu tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah memudahkan (bagimu) dari perut lebah itu keluar minuman  (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sungguh pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berpikir (Q.S. an-Nahl/16:69)
Dari ayat ini dapat diambil pengertian bahwa kata syifa’ mengandung pengertian  general (jami’-mani’),  yaitu ‘sehat’ secara umum, bisa sehat secara jasmani maupun sehat secara rohani. Justifikasi ‘sehat’ dari ayat itu bukan hanya orang beriman secara islami, melainkan manusia secara umum tanpa memandang keimanan seseorang. Rasionalitas dari ayat ini Alquran bisa dijadikan penyembuh dari sakit jasmani maupun rohani, orang beriman maupun orang tidak beriman. Atas dasar iman  yang mantab terhadap firman Allah  bisa irumuskan teori dasar (grand theory) bahwa ‘Alquran adalah penyembuh dari sakit manusia’. Dari rumusan teori yang bersifat universal ini kemudian dioperasionalkan oleh Rasulullah, bahwa setiap sakit itu ada obatnya. Teknis pengobatannya bermacam-macam antara lain sebagaimana disebutkan dalam hadis berikut::
حديث جابر بن  عبد الله  رضي الله  عنهما  قال: سمعت  النبي  صلى الله عليه وسلم يقول: إن كان من شيئ من ادويتكم ,او يكون  فى شيئ من ادويتكم, خير,
ففى شرطة محجم, او شربة  عسل,  او لذعة  بنار  توافق  الداء, وما  أحب أن
أكتوى
Artinya:
Hadis dari Jabir bin Abdillah, semoga Allah meridai keduanya, ia berkata: Aku telah mendengar Nabi saw bersabda: jika telah ada sesuatu dari obatmu, atau akan ada sesuatu dalam obatmu itu kebaikan, maka canduk (bekam), atau minum madu atau membakar besi dengan api kemudian ditusukkan pada penyakitnya, dan aku tidak suka kei (membakar besi kemudian ditusukkan pada yang sakit – HR. Muttafaqun ‘alaih).
Segala sesuatu pasti ada pengecualiannya, kecuali yang Maha Mutlak. Pengecualian bahwa ‘semua sakit pasti bisa disembuhkan’ sebagaimana dikatakan dalam firman Allah QS. An-Nahl/16:69 ini adalah sabda Rasul sebagaimana disebutkan dalam hadis berikut:
حديث أبى هريرة  رضى الله  عنه, أنه  سمع  رسول الله  صلى الله عليه وسلم يقول: فى الحبة السوداء شفاء من كل داء إلا السام.متفق عليه.
Artinya:
Abu Hurairah mendengar dari Rasulullahsaw bersabda: di dalam jintan hitam itu terkandung obat dari berbagai penyakit kecuali maut. (HR. Muttafaqun ‘alaih).
‘Mati’ sebagaimana dikatakan dalam hadis di atas adalah pengecualian dari sakit. Mati memang kodrat ilahi. Dia lah yang menghidupkan, yang mematikan. Dengan demikian, jika Allah menghendaki seseorang harus mati, sementara ia sakit, diobati dengan apa, oleh siapa, dan dengan cara apa pun pasti tidak bisa sembuh. Jadi Allah juga yang membuat pengecualian bahwa setiap sakit ada obatnya, dan pengecualiannya adalah maut. Dalam pernyataan yang bernada anomali oleh Rasulullah harus dipahami bahwa Rasulullah hanya menyatakannya mengenai kemutlakan Allah dalam hal mematikan dan menghidupkan makhluk, bukan beliau yang mematikan dan menghidupkannya. Dalam hal mengusahakan kesembuhan dari sakit, Rasulullah memberikan penjelasan dengan berbagai macam cara. Dari hadis Jabir, sebagaimana telah dikutip, menunjukkan tiga hal untuk mencapai kesehatan dari keadaan sakit, yaitu bekam, mengonsumsi madu, dan kei. Beliau juga menjelaskan cara lain untuk berobat dari sakit, yaitu ruqiyah (secara teknis diterjemahkan jampi atau mantra). Beliau menggunakan surat al-muta’wwiza<t, yaitu surat al-Ikhlas, surat al-Falaq, dan surat an-Nas. Dalam hal ini, istri beliau ‘Aisyah meriwayatkan bahwa:
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان إذا اشتكى, يقرأ على نفسه بالمعوذات, وينفث.فلما استدوجعه كنت أقرأ عليه, وأسح بيده, رجاءبركتها.متفق عليه.
Artinya:
Bahwa, jika  Rasulullah merasa sakit, ia membaca untuk dirinya surat al-mu’awwiza>t (surat al-Ikhlas, surat al-Falaq, dan surat an-Na>s) kemudian meludahi – gerakan meludah tetapi tidak keluar air ludahnya -  bagian yang sakit. Ketika sakitnya itu semakin berat, aku yang membacakan untuknya dan aku yang mengusapkan dengan tangannya pada bagian yang sakit dengan mengharapkan berkahnya (al-mu’awwiza>t – HR. Muttafaqun ‘alaih).
Surat al-Fatihah juga dapat dijadikan sebagai sarana penyembuhan sakit melalui teknik ruqiyah, yaitu surat itu dibaca, dalam batin memohon kesembuhan dari Allah terhadap sakit si pasien, kemudian ditiupkan kepada pasien.
Dikisahkan bahwa seseorang mendatangi kepada rombongan Nabi meminta untuk meruqyah temannya karena telah diruqiyah dari kaumnya sendiri dan belum sembuh. Salah seorang sahabat Nabi menyanggupinya untuk meruqiyah setelah mendapat restu dari beliau dan telah disepakati upahnya. Seseorang dari sahabat Nabi tadi meruqiyahnya dengan membaca surat al-Fatihah untuknya sesuai dengan petunjuk Rasul. Setelah diruqiyah, pasien sembuh. Upah pun diberikan. Sahabat segera akan membagi daging kambing itu, tetapi pelaku ruqiyah melarangnya, untuk lapor dulu kepada Rasulullah. Selanjutnya mereka lapor kepada beliau, lalu Rasulullah, sambil tertawa,  mengisyaratkan dengan menepuk-nepukkan panah ke tanah untuk dibagi-bagi kepada masing-masing sahabat.     (H.R. al-Bukhari,VII, [t.th.]:22-23). Hanya saja perlu hati-hati menggunakan ruqiyah karena banyak jenis ruqiyah yang termasuk syirik. Ruqiyah menurut tuntunan Rasulullah bukan mantra dan guna-guna melainkan doa (permohonan sepenuhnya) kepada Allah. Salah satu kandungan inti surat al-Fatihah bagi manusia adalah memohon supaya dikaruniai keberuntungan dan kenikmatan. Hal ini terungkap dalam ungkapan “Iyyaka nasta’i>n” (Hanya kepada-Mu aku memohon pertolongan).  Inti kandungan seluruh ayat dalam surat al-Falaq adalah permohonan supaya diselamatkan dari daya magis yang merusakkan (black magic) dan orang atau siapa saja yang mendengki (jin, syetan, dan manusia). Kandungan  inti surat an-Nas adalah permohonan supaya terhindar dari godaan setan dan supaya dalam berusaha, salah satunya berdoa diberi kemantaban yang prima. Ketika Rasulullah besuk kepada salah satu anggota keluarganya, beliau menempelkan telapak tangannya ke tubuh si sakit lalu menyapukan tangan kanannya itu ke tubuh pasien dan berdoa:
االلهم  رب  الناس  أذهب  الباءس  واشفيه  وانت  الشافى  لا شفاء  إلا شفا ئك  شفاء لا يغادر  سقما
Ya Allah, Tuhan para manusia, aku mohon hilangkan penyakit; sembuhkan dia karena Engkau adalah  Penyembuh. Tidak ada kesembuhan kecuali kesembuhan dari-Mu yang tiada penghalang bagi si sakit (untuk sembuh) – H.R. al-Bukhari dari ‘Aisyah (al-Bukhari,VII, [t.th.]:24).
Dari peristiwa aksi Nabi Muhammad saw ada kesamaan antara doa dan  ruqiyah, di samping ada perbedaannya. Doa murni tidak mengharapkan datangnya magical power umpama doa (mohon) ampunan atas dosa dan kesalahan: “Allahummagffir zunuby”( Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku ), Rabbanaghfir lana> wali ikhwanina>-llazi>na sabaquna> bil ima>n (Ya Tuhan kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah mendahului kami dalam beriman). Sementara itu, doa ruqiyah  mengharapkan datangnya magical power, sesuatu yang konkrit, spontan, dan biasanya sesuatu itu lalu benar-benar terjadi, irrasional. Ketika akan berangkat perang Khaibar, Nabi mengusap mata Ali yang ketika itu sedang sakit, seketika itu Ali sembuh dari sakit mata, kemudian ia diangkat untuk memimpin perang Khaibar tersebut dan hasilnya memperoleh kemanangan yang gilang-gemilang (al-Bukhari, [t.th.],IV:79 ).
Adapun doa yang berbeda sama sekali dengan ruqiyah (mantra), Rasulullah tidak pernah melakukan. Apa yang disebut ruqiyah. Pada diri Nabi secara hakiki adalah doa yang memperoleh ijabah dari-Nya lantaran begitu dekatnya beliau dengan Allah. Ruqiyah yang berasal dari selain Rasulullah sering mendatangkan syirik. Contohnya adalah mantra atau guna-guna murni (tanpa ada hubungannya dengan doa) mengobati anak sakit panas, menangis terus tanpa ada air mata yang keluar, dan pandangan mata kosong, biasanya menghadap ke atas, yang secara umum dikatakan terkena jin atau kesurupan adalah sebagai berikut: “Kiyai tempel, Nyai tempel, ojo nempel marang si jabang bayi Sumarno, nempelo marang kukusan amoh ! ketiban idu putih sirno tanpo sarono ! (Kiyai tempel dan Nyai tempel, janganlah kamu menempel kepada si anak Sumarno, menempellah kamu kepada tempat penanak nasi. Terkena ludah putih hilang sirna tanpa perantara). Terkadang bentuk ruqiyah itu dicampur dengan kalamu-llah dan orang yang berpraktik pengobatan alternatif merasa yakin tindakannya itu benar secara syar’i (secara agama) sehingga jika kita tidak berhati-hati juga jatuh ke dalam praktik yang sebenarnya tidak benar. Contohnya mengobati istri atau dirinya tetap berhubungan aktif tetapi tidak membuahkan keturunan (KB mencegah kelahiran paska senggama) dengan mantra sebagai berikut: Ri, Thiri kedadean soko banyu mani, mati, mati, mati saking kersane Gusti Allah, La ilaha illa-llah Muhammadarra-Rasulu-llah (Ri, Thiri, kejadian dari air mani mati, mati, mati karena kehendak Allah, tidak ada Tuhan kecuali Allah dan Muhammad utusan Allah).dalam teks lain lebih vulgar berbunyi demikian: Ri thiri, si jabang bayi kedadean soko banyu peli, mati mati, mati saking kersaning Gusti Allah, la ilaha illallah Muhammadarrasulullah”. Kata ‘peli’ berarti penis. Dalam ungkapan Jawa, kata itu sudah termasuk ‘saru’, yaitu porno. Mantra ini diucapkan tiga kali tanpa bernafas dan diucapkan sesudah orgasmus. Mantra ini jelas menyimpang jika ditinjau dari segi aqidah Islamiyyah karena (1) menyumpahi makhluk Allah sementara makhluk itu tidak bersalah dengan penyumpah, dan (2) mendahuluai kehendak Allah.
Banyak  di kalangan umat Islam terjebak ke dalam praktik kemuyrikan ketika berusaha menyelesaikan masalah kehidupan antara lain: suapaya dikasihani orang lain atau bosnya, supaya memperoleh jodoh sesuai yang diinginkannya, supaya tubuhnya kebal senjata tajam, senjata tumpul, tembakan, kebal ketika diracun maupun tak terbakar ketika dibakar, supaya gapang mencari rezeki dan laris ketika berjualan, supaya tinggi derajat (status)nya seperti gampang naik pangkat, supaya sembuh dari sakit, dan aneka kebutuhan manusia (kullu hajatin). Teknik praktik ini dengan menggunakan jimat atau rajah, dalam bahasa Arab bisa dibut haikal atau wifiq. Rajah adalah coretan-coretan atau kode, atau garis-garis, atau huruf-huruf yang tidak bisa dipahami. Berikut ini dicontohkan sebuah wifiq untuk mengobati alat vital supaya kuat dan tahan lama dalam bersetubuh sebagai berikut:
لو ااا ااا لو ااا م م م ااا م اا م
Rumus itu dituliskan dalam daun sirih yang bertemu ruasnya – cabang-cabang kerangka daun itu berpangkal sejajar dari tulang daun di tengahnya, bukan berselang-seling.
DAUN SIRIH TEMU RUAS                            DAUN SIRIH BUKAN TEMU RUAS
Jumlah daun itu sebanyak tiga helai. Setelah itu, daun sirih tersebut dikunyah-kunyah atau dikinang pada malam Kamis, malam Senin, dan malam Jumat. Batang penis akan keras, kuat, dan tahan lama dalam bersetubuh (Mahrus Ali, 2009: 93). Jimat dan praktik magic seperti ini jelas jauh dari kebenaran jika ditinjau dari segi syariat Islam karena: (1) jimat itu tidak diajarkan oleh Rasulullah maupun tidak dijelaskan dalam Alquran, (2) kepercayaan akan keampuhan jimat itu termasuk khurafat, yaitu keyakinan yang tidak berdasar pada syariat dan keyakinan itu batal, (3) bertendensi kepada selain Allah pada sesuatu kekuatan gaib selain Allah adalah musyrik, (4) mestinya kita hanya bersandar kepada Allah – inilah yang disebut ash-shamad, dan andaikan praktik jimat ini manjur, kekuatan itu pasti datangnya dari jin atau syetan.
Mungkin, untuk daun sirihnya dari segi ilmu herbalian tidak bermasalah dengan aqidah Islamiyah atau memang mengandung zat-zat tertentu yang bermanfaat bagi penguatan alat vital. Akan tetapi, ketika mengunyahnya harus malam Kamis, malam Jumat, dan malam senin tentu bermasalah. Penentuan waktu-waktu untuk mengunyah daun sirih itu tentu atas dasar kepercayaan tertentu, atau petunjuk – yang pasti – selain Allah dan Rasulullah. Jadi, dari segi penggunaan daun sirih ini pun tetap menyimpang dari syariah maupun ilmu-ilmu medis.
Mestinya, untuk memperoleh kualitas vitalitas yang prima, seharusnya menggunakan cara-cara ilmiah dan halal, umpama cara hidup (makan, minum, istirahat, kerja, olah raga, istirahat, tidur, berhibur, dan yang lainnya) secara teratur sesuai dengan aturannya masing-masing tentu akan mendatangkan kesehatan yang baik. Jika jasmani sehat secara sempurna, tentu semua organisme akan berfungsi sebagaimana mestinya termasuk sistem kerja alat vital. Sudah barang tentu menjadi salah besar ketika alat vital kurang berfungsi, ejakulasi dini, dan penis loyo kemudian meminta jasa para dukun dengan praktik magisnya agar dalam waktu singkat, gampang, sim salabim, ada gadabra, pet kalipet, thong kalithong, biyahin-biyahin, ahilin-ahilin, ri thiri, dan sebangsanya yang irrasional kemudian memperoleh hasil yang diinginkan. Dalam akronim  Jawa, dhukun kepanjangan dari ‘ngridhu dhuwite wong pikun’, artinya dhukun adalah mengambil secara licik uang orang yang telah pikun. Pikun berarti orang tua yang sudah tidak berpikir jernih dan terlalu pelupa karena kehilangan memori. Kenyataannya, orang yang meminta jasa para dukun adalah orang-orang yang tidak lagi berpikir rasional, mirip orang pikun.
Alquran menyitirnya bahwa perbuatan demikian itu menghamba kepada syetan dengan ilmu andalannya, yaitu sihir. Demikian Allah berfirman:
Artinya:
Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: “Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir”. Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang tidak memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui (QS al-Baqarah/2 : 102).
Dari berbagai ayat, hadis, dan aksi-aksi Rasulullah yang berkaitan dengan usaha kesembuhan dapat disimpulkan bahwa Alquran maupun Assunnah menjelaskan bahwa hidup sehat itu adalah penting dan cara memperoleh kesehatan harus hati-hati, jangan sampai jatuh ke dalam praktik kemusyrikan.
B. Jalinan antara Kebersihan, Kesehatan, dan Keimanan
Rasulullah saw pernah berasabda adan amat populer di lingkungan dunia medika Islam “an-Nadafatu min al-iman” (Bersih itu bagian dari iman). Sementara itu pepatah yang amat polpuler juga mengatakan “Bersih pangkal sehat”, yang berarti modal pertama untuk memperoleh kesehatan adalah kebersihan. Lawan dari bersih adalah kotor atau jorok. Dengan demikian dapat dipahami bahwa kotor dan jorok tidak mengundang kesehatan, melainkan lawannya, yaitu sakit. Jadi, kotor atau jorok mengandung penyakit atau sakit. Dari alur pikir ini dapat dipahami bahwa ada independensi (saling tergantung) antara bersih, sehat, dan iman. Bersih menyebabkan sehat, dan sehat merupakan bagian dari iman. Di sisi lain, iman yang benar menuntut supaya hidup bersih, dan buah dari hidup bersih adalah sehat.
Dalam banyak kesempatan (30 kali – Ahmad Fuad Abdul Baqi, [t.th.]: 544) Alquran menekankan kualitas hidup bersih atau suci, baik suci secara lahiriah maupun suci secara batiniah. Firman Allah:
(Dan terhadap pakaianmu bersihkanlah – Q.S. al-Mudassir/74 :4) adalah contoh perintah Allah agar kita mengusahakan kebersihan dan kesucian pakaian yang kita kenakan. Adapun contoh Allah menghendaki kebersihan dan kesucian batin adalah dalam peristiwa para sahabat laki-laki memerlukan sesuatu kepada istri-istri Nabi tidak boleh secara langsung, vis a vis, melainkan harus  ada tabir, kemudian lanjutannya Allah berfirman:
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah- rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak (makanannya), tetapi jika kamu diundang maka masuklah dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa asyik memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu Nabi lalu Nabi malu kepadamu (untuk menyuruh kamu keluar), dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar. Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri- isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini isteri- isterinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar (dosanya) di sisi Allah (Q.S. al-Ahzab/33 :53).
Allah menghendaki kepada umat-Nya kebersihan secara umum. Demikian firmannya:
Artinya:
Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: “Haidh itu adalah suatu kotoran.” Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci[138]. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri (QS.al-Baqarah/2: 222).
Sebaliknya, Allah memerintahkan kepada kita umat Islam agar menjauhi kehidupan yang kotor. Contoh dalam peristiwa wanita haid, supaya menunda dulu tidak melakukan hubungan suami istri. Haid disebutkan sebagai al-aza atau kotor sebagaimana ditunjukkan dalam ayat yang baru saja dikutip ini, (Q.S. al-Baqarah/2:222). Di dalam surat al-Baqarah ayat 232 disebutkan secara langsung kaitan anatara kesucian dengan keimanan, yaitu dalam kasus perceraian. Wanita yang telah habis masa ‘iddah-nya , kemudian menghendaki nikah lagi dengan pria lain (bukan mantan suami) keduanya sama-sama suka dan seiman, wali wanita itu harus mengijinkan niat anak perempuannya itu. Keijinan ini merupakan kesucian jiwa sekaligus perwujudan iman. Menghalangi niat anak perempuannya kawin dengan pria yang ia senangi dan seiman (bukan mantan suaminya) berarti hatinya kotor dan tidak beriman. Demikian teks ayat yang dimaksud:
Artinya:
Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis masa iddahnya, maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya[146], apabila telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang ma’ruf. Itulah yang dinasehatkan kepada orang-orang yang beriman di antara kamu kepada Allah dan hari kemudian. Itu lebih baik bagimu dan lebih suci. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui (QS.al-Baqarah/2 :232).
Kesucian atau kebersihan yang dikehendaki oleh Islam amat komrehensif. Selain kebersihan lahiriah (tubuh), batiniah (jiwa), pakaian, juga lingkungan. Dalam hal ini Allah berfirman sebagaimana dijelaskan dalam surat al-Baqarah ayat 222 sebagaimana telah dikutip dalam bab ini.
D.    Kesehatan Jasmani
Telah disinggung bahwa bersih itu pangkal sehat. Selanjutnya, makanan dan minuman yang dikonsumsi harus yang bergizi dan harus sekaligus halal. Bergizi saja tidak cukup dan halal saja juga belum cukup. Allah memang memerintahkan kepada kaum muslilmin supaya makan makanan yang halalan thayyiban. Demikian firman Allah:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الأرْضِ حَلالا طَيِّبًا وَلا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
Artinya:
Wahai manusia ! makanlah dari (makanan) halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu (Q.S. al-Baqarah/2:l68).
Secara hukum makanan yang kita makan itu harus halal dan secara realistik makanan itu harus bersih dan bergizi karena kandungan pengertian thayyiban adalah baik, lezat, bergizi, dan sehat (Warson, [t.th.]:939). Terkandung pengertian makanan atau minuman sehat adalah aman dikonsumsi baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Makanan  yang di
direkomendasikan oleh ilmu-ilmu kesehatan (kedokteran, keperawatan, gizi, teknologi pangan) di luar cakupan ‘thayyiban’ karena harus kita hindarkan dalam arti tidak mengonsumsinya.
Makanan yang bergizi akan meningkatkan kekuatan tubuh (Thobieb, 2002:l65) yang berarti tubuh atau jasmani menjadi sehat. Kualitas sehat jasmani menurut Islam dipandang baik. Nabi bersabda:
المؤ من القوي خير من المؤمن الضعيف (الحد يث)
Artinya:
Orang mukmin yang kuat itu lebih baik daripada orang mukmin yang lemah (al-Hadis).
Orang yang kondisi jasmaninya sehat tentu lebih energik, inovatif, dan lebih kreatif (Thobieb,2002:173) dan memiliki daya mobilitas yang tinggi. Meskipun demikian, hanya memiliki kesehatan jasmani belum sempurna menurut pandangan Islam. Orang sehat jasmaninya belum tentu sehat rohaninya, dapat diilustrasikan sebagai berikut:
Agus adalah seorang pemuda bertubuh kekar, secara fisik sempurna, dan tidak terdapat cacat tubuh. Panca indra berfungsi secara normal. Ia memeiliki kesenangan bermain sepak bola. Karena lokasi latihannya cukup jauh dari rumah dan jadual latihan berlangsung  sejak pukul 15.30 hingga l7.30, maka ia harus berangkat dari rumah pukul 14.30. Waktu ini belum masuk waktu salat ‘Ashar. Sehabis latihan belum masuk waktu maghrib dan ia langsung pulang, tentu dalam keadaan badan kotor  dan penuh keringat. Sesampai di rumah waktu salat maghrib sudah lewat. Jadual latihan sepak bola ia jalani amat disiplin, dan salat ‘Ashar dan maghrib tidak ia laksanakan secara rotin dengan tidak ada penyesalan, sementara ia mengaku benar-benar muslim, terlahir dari keluarga muslim, dan biasa menjadi kepanitiaan peringatan hari-hari besar Islam di lingkungan remaja masjid di kampungnya.
Illustrasi di atas memberi pesan bahwa secara jasmani Agus itu sehat tetapi secara rohani tidak sehat karena persoalan agama tidak diperhitungkan sebagai beban (taklif) kewajiban yang harus dilaksanakan. Orang Islam yang salatnya tidak konsisten (beres) biasanya perilakunya juga kurang baik, umpama buang air kecil di pinggir jalan sambil berdiri, padahal di tempat terbuka dan tidak dibersihkan (tidak ber-istinja’- dalam bahasa Jawa tidak cewok), biasa berkata kotor (mengumpat) hanya dalam persoalan-persoalan kecil dan sepele. Itulah sebabnya, sehat jasmani memerlukan kesehatan rohani.
D. Kesehatan Rohani
Seorang dikatakan sehat rohaninya jika ia terbebas dari penyakit batiniah. Penyakit ini cukup banyak. Al-Ghazali menyebutkan (al-Ghazali, V,l974:l00-560) antara lain:
1.    Hubb ad-Dunya (Cinta dunia) berlebihan karena menumbuhkan kemunafikan.
2.    Rakus, amat dekat dengan cinta dunia, bahkan saling berkelindan. Cinta harta menyebabkan rakus, atau rakus merupakan perwujudan cinta harta. Nabi Muhammad saw memberikan contoh profil orang cinta harta dan rakus melalui sabdanya sebagai berikut:
لو كان  لإبن  أدم واديان من ذهب لا تبغى لهما ثالثا ويملاء جوف إبن ادم
إلا التراب ويتوب الله من تاب
Artinya:
Jikalau manusia itu memiliki dua lembah emas, niscaya ia akan mencari yang ketiga untuk tambahan dari dua lembah tadi, dan rongga manusia itu tidak akan penuh selain oleh tanah; dan Allah menerima taubat terhadap siapa yang mau bertaubat (al-Hadis).
Dari hadis ini dapat dipahami bahwa orang yang menuruti kemauan nafsu untuk mencari kekayaan, seberapa pun kekayaan telah diraih, ia tetap kurang puas dan akan selalu ingin mencari terus. Kisah umat terdahulu dapat dicontohkan figur Qarun, di India ada tokoh raja bernama Rahwana atau Dasamuka adalah contoh konglomerat yang amat rakus. Sekarang kita tahu betapa kekayaan Husni Mubarak, mantan Presiden Mesir yang memerintah selama lebih dari 30 tahun dan berakhir sangat dramatis, yaitu diturunkan secara paksa oleh rakyatnya sendiri. Selama berkuasa, ia  memiliki uang sebanyak lebih dari 360 trilyun rupiah. Maunya masih ingin tetap berkuasa memeras rakyat.Muamar Gadafi dikenal sangat totaliter dalam memerintah. Ia ingin tetap membangun keluarganya yang memerintah. Ketika perubahan harus terjadi supaya rakyat hidup layak, ia mempertahankannya, meskipun ribuan nyawa ia korbankan dengan menembaki mereka melalui mesin perangnya, yaitu para serdadunya.
Kita harus bisa memetik pelajaran dari kehidupan akhir para perakus kekayaan dan kekuasaan. Mereka pasti berakhir dengan tragedi. Secara agama, mereka dikutuk dan disaksikan oleh orang banyak (rakyat) sebagai penjahat, na’uzubilla>h min za>lik.
3.    Kikir
Kikir merupakan akibat pasti dari cinta harta adan rakus. Kikir merupakan sifat yang amat buruk. Alquran mengatakan:
Artinya:
Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan (QS Ali Imran/3 : 180).
Nabi mengatakan bahwa kikir itu menghilangkan keimanan:
خصلتان لا تجتمعان فى مؤمن البخل وسؤ االخلق  (الحديث)
Artinya:
Dua perkarta tidak akan berkumpul pada orang mukmin, yaitu kikir dan jahat akhlak (H.R. at-Turmuzi dari Abu Sa’d).
Karena begitu buruknya sifat kikir, Rasulullah menuntun doa dan membentuk pribadi kaum muslimin supaya jauh dari sifat kikir. Demikian doa beliau:
اللهم إنى اعوذ بك من البخل  واعوذ بك  من الجبن  واعوذ بك  ان ارد إلى ارذ ل العمر (الحديث)
Artinya:
Ya Allah sesungguhnya hamba berlindung pada-Mu dari kekikiran, dan hamba berlindung pada-Mu dari sifat pengecut, dan hamba berlindung pada-Mu dari ketuaan yang sia-sia (al-Hadis).
Jika kita memandang Rasulullah sebagai teladan kita, tentunya kita rajin berdoa sebagaimana Rasulullah tuntunkan itu. Rajin berdoa dengan doa itu lambat laun dan pasti akan menuntun pada diri kita untuk tidak kikir karena malu setiap hari memeohon supaya titak kikir sementara kita akan mengingkari permohonan kita sendiri
5.      Ria (Pamer) dan Takabbur (Sombong)
Riya’, dalam bahasa Indonesia ditulis ria, berarti sombong, congkak, bangga karena telah berbuat baik. Sifat ini buruk. Berbuat baik hanya akan menjadi baik kalau niatnya baik, cara yang ditempuh baik, dan tujuannya juga baik. Niat yang baik adalah ikhlas lillahi ta’la. Ending-nya kelak, orang-orang sombong adalah neraka. Rasulullah bersabda:
الا ادلكم على  اهل الجنة  كل ضعيف  مستضعف  لو اقسم  على الله لإمراة
واهل النار كل متكبر مستكبر جواظ (الحديث)
Artinya:
Apakah tidak aku tunjukkan kepadamu penduduk surga, yaitu setiap orang lemah dan dipandang lemah. Jika ia bersumpah kepada Allah, niscaya Allah akan menumpahkan kebajikan kepadanya; dan penduduk neraka, yaitu tiap-tiap orang yang sombong dan terpandang sombong  yang angkuh dalam, gerak-geriknya (HR. Bukhari dan Muslim dari Harisah bin Wahab).
Sombong bisa terjadi karena merasa memiliki kelebihan dibanding yang lain dalam hal-hal tertentu sesuai dengan konteks. Mahasiswa ber-IP 3.80 bergaya angkuh terhadap temannya yang IP-nya di bawah angka itu. Orang yang memiliki HP. bagus, harganya mahal, fasilitasnya amat banyak dan tampangnya keren, bisa melecehkan kepada relasinya yang ber-HP kuno dan out of date. Orang kaya bisa tidak mau bergaul dengan tetangganya yang miskin dengan landasan komitmen tidak level, seorang ilmuwan merasa dirinya istimewa kemudian melecehkan orang-orang yang bergelar kesarjanaan di bawahnya dst, , , Orang semacam ini, kelak di akhirat di neraka sana tempanya. Menurut sabda Nabi saw, mereka  berada di lembah yang bernama Habhab. Demikian katanya:
إن فى ن نا ر جهنم واديا يقا ل له هبهب حق على الله  ا ن يسكنه كل جبا ر
Artinya:
Sesungguhnya dalam neraka jahannam ada sebuah lembah yang bernama habhab. Allah menempatkan orang-orang sombong di dalamnya (H.R. Tabrani, Abu Ya’la, dan Hakim dari Abu Musa, dalam syarat Muslim).
Hadis ini dikutp oleh Imam al-Ghazali dalam Ihya’-nya. Orang-orang sombong itu kelak akan diubah menjadi semut merah yang sangat kecil dan diinjak-injak oleh manusia, sementara manusia tidak merasakan kalau mereka menginjak-injak semut – yang sejatinya adalah manusia itu.
Nabi Muhammad saw memberi tuntunan kepada kaum muslimin supaya menjauhkan diri dari sifat sombong. Demikian doa tuntunan beliau:
اللهم إنى اعوذ بك من نفخة الكبرياء
Artinya:
Ya Allah aku mohon perlindungan kepada-Mu dari hembusan sombong (H.R. Abu Dawud dan Ibnu Majah dari Jubair bin Math’am).
6.      ‘Ujub
‘Ujub adalah heran dengan diri sendiri  (baik sebagai pribadi maupun kelompok, chauvinism). ‘Ujub bisa muncul karena merasa memiliki sesuatu yang orang lain
tidak memilikinya. Sifat ini amat buruk. Menurut Allah, ‘ujub tidak ada artinya sama sekali. Allah berfirman:
Artinya:
Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai para mukminin) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu diwaktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlah (mu), maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun, dan bumi yang luas itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari kebelakang dengan bercerai-bera (Q.S. at-Taubah/9:25).
Sifat ‘ujub hendaknya dijauhi karena merupakan penyakit jiwa. Memelihara ‘ujub dalam diri berarti memelihara penyakit dalam diri, tentu lama-lama ia menjadi sakit jiwa yang berarti tidak sehat secara rohani. Terlalu lama sakit jiwa pasti akan merembet kepada badannya karena ada hubungan timbal bailk antara tubuh dan jiwa, yaitu manakala jiwa sakit tentu tubuh akan ikut sakit pula. Sebaliknya tubuh sakit, jiwa akan sakit pula. Jiwa sehat akan berpengaruh pada kesehatan tubuh, dan tubuh  sehat akan berpengaruh pada kesehatan jiwa.
6.    Munafiq
Secara umum dan praktis, munafik adalah orang yang tidak cocog antara lahir dan batinnya. Secara lisan ia mengatakan ‘ya’, batinnya mengatakan ‘tidak’ atau sebaliknya. Secara lisan mengatakan ‘beriman’  dan batinnya mengatakan ‘tidak’, hakikatnya tidak beriman. Tujuan kemujnafikan untuk mengelabuhi orang lain dan mencari keuntungan diri. Rasulullah bersabda:
اربع من كن فيه كا ن منا افقا خا لصا ومن كانت فيه خصلة منهن كان فيه خصلة من النفاق حتى يدعها إذا ائتمن خان وإذا حد ث كذ ب إذا عاهد غد ر وإ ذا خاصم فجر (الحديث -فتح المبدى  1 )
Artinya:
Barang siapa melakukan empat perkara, ia adalah seorang munafik murni.Barang siapa melakukan salah satu dari empat perkara itu, dia mempunyai salah satu dari sifat kemunafikan sehingga dia meninggalkannya, yaitu: bila ia dipercaya dia berkhiayanat, bila dia berkata dia pasti dusta, bila dia berjanji dia tidak menepatinya, dan bila dia berttengkar dia meninggalkan yang benar (al-Hadis – al Fath al-Mubdi,I:65).
Sebenarnya masih begitu banyak penyakit hati yang menyebabkan secara rohani orang menjadi sakit  seperti hasud (dengki), profokatif, iri hati menyaksikan kesuksesan orang lain,  menghayal (mengharap datangnya sesuatu yang secara logika tidak mungkin), pemalas, dan suka dipuji (sum’ah).
Jika di dalam diri seseorang terkumpul antara lain (al-Hufi,2000:77-573): Kasih sayang, pemurah, keberanian, adil, suka perdamaian, al-‘iffah (kesucian)ash-shidqu (jujur), sabar, mau bermusyawarah, al-hilmu (lapang dada), pemaaf, al-‘afwa (kesetiaan), al-haya’(malu), az-zuhd (hidup sederhana), al-qana’ah (merasa cukup apa yang telah ada padanya), at-tawaddu’ (rendah hati), at-tib al-isyarah (bergaul secara baik), hub al-‘amal (cinta bekerja), al-bisyru wa al-fukahah (gembira dan lelucon sekedarnya), orang semacam ini secara rohani adalah sehat.
Jika diperhatikan secara seksama, ternyata ada tipe manusia yang secara rohani sehat yang indikasinya: rajin ibadah, perilakunya baik, berbicaranya sopan membaca Alquran bagus, dan hidupnya sederhana, tetapi secara jasmani kurang sehat, terlihat melankolis (bahasa Jawa memelas), terlihat lemah, batuk-batuk kecil, raut muka kusut, tempat huniannya kurang terawat, tentu profil ini tidak dikehendaki oleh Islam. Ia musti juga harus sehat secara jasmani maupun rohani.
E. Kesehatan Jasmani dan Rohani
Orang yang sehat secara jasmani tetapi sakit rohaninya, tentu lebih tampak nafsu kebinatangannya. Sebaliknya, orang yang sehat rohani tetapi sakit jasmaninya tentu mobilitasnya amat terbatas. Menurut Islam, tipologi ideal adalah orang yang secara jasmani dan rohani sehat. Hubungan antara jasmani dan rohani merupakan hubungan timbal balik, saling mempengaruhi, dan saling ada ketergantungan. Jasmani sehat mempengaruhi rohani menjadi sehat.Rohani sehat mengarahkan kepada perilaku supaya jasmani juga sehat.
Orang yang secara rohani sehat tetapi tidak sehat secara jasmani dikarenakan keterbatasan pemikirannya atau berpikir secara parsial bahwa dunia itu tidak penting, dunia itu hanya ghurur (menipu), dunia hanya lahw (sendaugurauan), dan dunia hanya sementara sehingga tidak atau kurang memperhatikan kepentingan jasmani dan hanya terobsesi keakhiratan. Selanjutnya membiarkan diri secara jasmani tidak atau kurang terawat, sakit-sakitan, dan termarginalisasi oleh struktur dan sistem sosial di mana ia tinggal, padahal realitas sosial itu senantiasa berubah dan berkembang secara cepat. Kemajuan hari ini akan segera menjadi kuno beberapa dekade kemudian. Islam menghendaki umatnya  supaya sehat dan kuat baik jasmani maupun rohaninya laksana Thalut. Allah berfirman:
Artinya:
Dan Nabi mereka berkata kepada mereka, “sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu”. Mereka menjawab: ‘Bagaimana Thalut memperoleh kerajaan atas akmi, sedangkan kami lebih berhak atas kerajaan itu daripadanya, dan dia tidak diberi kekayaan yang banyak ? (Nabi) menjawab:’Allah telah memilihnya (menjadi raja) kami dan memberikan kelebihan ilmu dan fisik .” Allah memberikan kerajaan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas lagi Maha mengetahui (Q.S. al-Baqarah/2:247).
Tipologi Thalut adalah orang yang sanggup bukan hanya memimpin dirinya, melainkan juga memimpin orang banyak, memimpin negara, dan memimpin supaya hukum-hukumn Tuhan berlaku di muka bumi. Profil Thalut, jika siang memimpin perusahaan yang masing-masing sektor – sejak dari modal awal hingga sektor  paling ujung berfungsi  dan menghasilkan produk secara halalan thayyiban  – dan jika malam ia ‘asyiq-ma’syuq (tenggelam dalam zikir kepada Allah) laksana petapa yang telah meninggalkan kehidupan dunia. Demikianlah hakikat basthatan fi al-‘ilm wal al-jism.







BAB 3 PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa Al-Qur'an dan Al-Hadits/ As-Sunnah merupakan rujukan utama bagi hukum Syari’at islam. Al-Qur`an dan Hadits (sunnah) merupakan sumber pokok ajaran Islam.
Sunnah mempunyai fungsi menjelaskan maksud ayat-ayat Al-Qur`an dan dapat pula berdiri sendiri dalam menentukan sebagian dari pada beberapa hukum Syari’at.
Bila Al-Qur`an telah mengatur suatu hukum secara nash, maka sunnah ada kalanya mengukuhkan hukum yang telah ada pada Al-Qur'an tersebut, Sehingga permasalahan tersebut memiliki dua dasar hukum yang dapat dijadikan hujjah.
Jika Al-Qur`an memberikan aturan secara global, maka sunnah akan memberikan penjelasan tentang maksudnya. Kemudian, penjelasan sunnah tidak mungkin keluar dari lingkup alternatif yang diberikan oleh Al-Qur`an.
Dan jika terdapat suatu permasalahan yang belum terdapat hukumnya didalam Al-Qur'an, maka rosululloh melalui sunnahnya akan menetapkan hukum bagi permasalahan tersebut.
B. SARAN
Dalam penulisan makalah ini kelompok kami menyadari masih banyak terdapat kekurangan dan kelemahannya baik dari segi isi maupun teknis penulisannya. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan guna perbaikan dalam penulisan makalah ini dan kami berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi semua pihak, terutama Mahasiswa-mahasiswi Keperawatan kelas C pada khususnya.


DAFTAR PUSTAKA

Amiq saiful. 2008. Al quran dan Hadis. http://saifoel.multiply.com. Last update 05 maret 2012 pukul 16.09
Riyanti vinia. 2011. Konsep sehat. http://vaniariyanti.blogspot.com.  Last update 05 maret 2012 pukul 11.32
Ikhsan muhammad. 2008. Konsep Sehat dan Sakit Menurut Islam. http://forum.abatasa.com. Last update 05 maret 2012 pukul 10.17
Undang-undang No.23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan & Undang-undang No.29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran”, VisiMedia
Admin. 2012. Pengertian kesehatan. http://belajarpsikologi.com. Last update 05 maret 2012 pukul 10.20
Anonim. 2012. Paradigma keperawatan islam. http://www.keren.web.id. Last update 05 maret 2012 pukul 10.23
Danusiri M. 2012. Pandangan Islam tentang kesehatan. http://danusiri.dosen.unimus.ac.id. Last update 05 maret 2012 pukul 16.56
Anonym. 2007 . Konsep kesehatan. http://clickcentre.blogspot.com. Last update 05 maret 2012 pukul 17.05
Bisyaroh Neneng. 2009. Paradigma Sehat Dalam Islam. http://arrisalah.org. Last update 05 maret 2012 pukul 17.08