Tugas kelompok
SEPSIS DAN HIV-AIDS
Winarti
Yusriani
Sumartini
Suryani
UNIVERSITAS ISLAM
NEGERI (UIN) ALAUDDIN MAKASSAR
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan
kehadirat Allah SWT atas berkat limpahan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya
sehingga kami mampu menyelesaikan makalah yang berjudul SEPSIS dan HIV-AIDS. Tidak terlupa pula, shalawat dan salam
senantiasa tercurahkan kepada sang guru, murabbi kaum muslimin, sekaligus
Rasulullah yang menjadi Rahmatan lil
‘Ālamin yang telah membimbing umat manusia dari alam yang penuh dengan
kebodohan menuju alam yang penuh cahaya kemilau ilmu pengetahuan.
Di samping itu, kami
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pembimbing, serta
kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penyusunan makalah ini.
Namun sebagai manusia
biasa kami menyadari bahwa mungkin dalam laporan ini terdapat banyak kesalahan,
untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua
pihak demi perbaikan menuju kesempurnaan di kemudian hari.
Demikian dari kami, semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penyusun
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sepsis didefinisikan sebagai
respons inflamasi sistemik karena infeksi. Respons inflamasi ini terjadi karena
invasi mikroorganisme ke dalam jaringan. Angka kejadian sepsis dan
komplikasinya saat ini cukup tinggi dan merupakan salah satu penyebab kematian
utama di unit perawatan intensif medik dan bedah.
Sepsis dapat disebabkan oleh
virus, kuman Gram negatif, kuman Gram positif dan jamur. Saat ini infeksi kuman
Gram negatif masih merupakan penyebab utama sepsis tetapi didapatkan
peningkatan infeksi kuman Gram positif dan jamur sebagai penyebab sepsis. Pada
pemeriksaan mikrobiologi didapatkan tidak semua kuman dapat ditemukan dalam
darah atau lokasi dugaan terjadinya infeksi.
Patogenesis sepsis saat ini
masih belum diketahui secara pasti, mengingat kompleksnya mekanisme melibatkan
banyak mediator proinflamasi dan anti inflamasi yang saling berinteraksi satu
dengan lain sehingga menyebabkan kerusakan atau disfungsi endotel.
Penanganan sepsis saat ini
meliputi terapi baku, kontroversial dan terapi masa depan. Terapi baku meliputi
oksigenisasi (termasuk bantuan napas), resusitasi cairan (koloid dan
kristaloid), eradikasi kuman penyebab (bedah dan antibiotik), vasoaktif,
inotropik dan suportif lain seperti koreksi gangguan asam basa, nutrisi,
regulasi gula darah, koagulasi intravaskular diseminata dan lainnya.
Terapi kontroversial meliputi
kortikosteroid dan antiinflamasi nonsteroid. Perkembangan kemajuan bidang
kedokteran terutama berkaitan dengan pemahaman patogenesis sepsis menjadi dasar
terapi masa depan seperti: antitrombin III, antibodi monoklonal (HA-1A dan E5
murine IgM antibodi), antagonis reseptor interleukin-1, antiTNF dan anti nitric
oxide.
B. Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud dengan dengan sepsis dan HIV-AIDS serta
bagaimana asuhan keperawatannya
C. Tujuan penulisan
Untuk mengetahui sepsis dan HIV-AIDS serta asuhan
keperawatannya
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
1. Pengertian
Sepsis
Sepsis didefinisikan sebagai
respons inflamasi sistemik karena infeksi. Respons inflamasi ini terjadi karena
invasi mikroorganisme ke dalam jaringan. Angka kejadian sepsis dan
komplikasinya saat ini cukup tinggi dan merupakan salah satu penyebab kematian
utama di unit perawatan intensif medik dan bedah.
2.
Pengertian HIV AIDS
HIV, human immunodeficiency virus, adalah
virus penyebab AIDS, acquired immunodeficiency syndrome. Statistik menunjukkan
bahwa sekitar satu juta orang di Amerika Serikat yang terinfeksi HIV. Empat
puluh juta terinfeksi di seluruh dunia. Dua puluh lima juta orang meninggal
karena HIV / AIDS. Orang yang memiliki AIDS memiliki HIV, tetapi orang yang
terinfeksi HIV belum tentu terkena AIDS.
AIDS (Acquired
immunodeficiency syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya
system kekebalan tubuh secara bertahap yang disebabkan oleh infeksi Human
Immunodeficiency virus (HIV). (Mansjoer, 2000:162)
AIDS adalah Runtuhnya benteng
pertahanan tubuh yaitu system kekebalan alamiah melawan bibit penyakit runtuh
oleh virus HIV, yaitu dengan hancurnya sel limfosit T (sel-T). (Tambayong,
J:2000)
AIDS adalah penyakit yang
berat yang ditandai oleh kerusakan imunitas seluler yang disebabkan oleh
retrovirus (HIV) atau penyakit fatal secara keseluruhan dimana kebanyakan
pasien memerlukan perawatan medis dan keperawatan canggih selama perjalanan
penyakit. (Carolyn , M.H.1996:601)
AIDS adalah penyakit
defisiensi imunitas seluler akibat kehilangan kekebalan yang dapat mempermudah
terkena berbagai infeksi seperti bakteri, jamur, parasit dan virus tertentu
yang bersifat oportunistik. ( FKUI, 1993 : 354)
Dari pengertian diatas dapat
diambil kesimpulan AIDS adalah kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya
system kekebalan tubuh secara bertahap yang disebabkan oleh retrovirus (HIV)
yang dapat mempermudah terkena berbagai infeksi seperti bakteri, jamur, parasit
dan virus.
B. ETIOLOGI
1.
Penyebab sepsis
Sepsis dapat disebabkan oleh
virus, kuman Gram negatif, kuman Gram positif dan jamur. Saat ini infeksi kuman
Gram negatif masih merupakan penyebab utama sepsis tetapi didapatkan
peningkatan infeksi kuman Gram positif dan jamur sebagai penyebab sepsis. Pada
pemeriksaan mikrobiologi didapatkan tidak semua kuman dapat ditemukan dalam
darah atau lokasi dugaan terjadinya infeksi.
2.
Penyebab HIV AIDS
HIV disebabkan oleh human
immunodeficiency virus yang melekat dan memasuki limfosit T helper CD4+. Virus
tersebut menginfeksi limfosit CD4+ dan sel-sel imunologik lain dan orang itu
mengalami destruksi sel CD4+ secara bertahap (Betz dan Sowden, 2002). Infeksi
HIV disebabkan oleh masuknya virus yang bernama HIV (Human Immunodeficiency
Virus) ke dalam tubuh manusia (Pustekkom, 2005).
C. EPEDEMIOLOGI
1. Sepsis
1-3
Respons inflamasi ini terjadi karena invasi mikroorganisme ke dalam jaringan.1
Kemajuan di bidang teknologi dan aplikasi kedokteran meningkatkan risiko
terjadinya sepsis seperti: penggunaan kateter, alat invasif, implantasi
prosthesis, pemakaian obat antikanker, kortikosteroid dan imunosupresif lain
pada penyakit inflamasi atau transplantasi organ.1,4
Setiap
tahun sepsis terjadi pada lebih dari 500.000 penderita di Amerika Serikat dan
hanya 55-65% yang dapat diselamatkan.5 Angka kematian ini berkisar dari 16%
pada penderita dengan sepsis dan 40-60% pada penderita dengan renjatan septik.3
Kematian
dini pada penderita dengan renjatan septic (kurang dari 14 hari) terutama
disebabkan oleh respons inflamasi sistemik akut, sedangkan kematian berikutnya
merupakan akibat hipotensi refrakter yang disebabkan tahanan vaskular sistemik
menurun dan gangguan fungsi organ multipel (multiple organ dysfunction syndrome
= MODS) sehingga organ vital mengalami hipoperfusi dengan akibat gagal organ
multipel di mana, homeostasis tak dapat dipertahankan tanpa adanya
intervensi.6,7
2. HIV
AIDS
Sindroma AIDS pertama kali dilaporkan oleh Gottlieb dari
Amerika pada tahun 1981. Sejak saat itu jumlah negara yang melaporkan
kasus-kasus AIDS meningkat dengan cepat. Dewasa ini penyakit HIV/AIDS telah
merupakan pandemi, menyerang jutaan penduduk dunia, pria, wanita, bahkan
anak-anak. WHO memperkirakan bahwa sekitas 15 juta orang diantaranya 14 juta
remaja dan dewasa terinfeksi HIV. Setiap hari 5000 orang ketularan virus HIV.
Menurut etimasi WHO pada tahun 2000 sekitar 30-40 juta
orang terinfeksi virus HIV, 12-18 juta orang akan menunjukkan gejala-gejala
AIDS dan setiap tahun sebanyak 1,8 juta orang akan meninggal karena AIDS. Pada
saat ini laju infeksi (infection rate) pada wanita jauh lebih cepat dari pada
pria. Dari seluruh infeksi, 90% akan terjadi di negara berkembang, terutama Asia .
Secara umum ada 5 faktor yang perlu diperhatikan pada
penularan suatu penyakit yaitu sumber infeksi, vehikulum yang membawa agent,
host yang rentan, tempat keluar kuman dan tempat masuk kuman (port’d entrée).
Virus HIV sampai saat ini terbukti hanya menyerang sel
Lymfosit T dan sel otak sebagai organ sasarannya. Virus HIV sangat lemah dan
mudah mati diluar tubuh. Sebagai vehikulum yang dapat membawa virus HIV keluar
tubuh dan menularkan kepada orang lain adalah berbagai cairan tubuh. Cairan
tubuh yang terbukti menularkan diantaranya semen, cairan vagina atau servik dan
darah penderita.
1.
Transmisi Seksual
Penularan melalui hubungan
seksual baik Homoseksual maupun Heteroseksual merupakan penularan infeksi HIV
yang paling sering terjadi. Penularan ini berhubungan dengan semen dan cairan
vagina atau serik. Infeksi dapat ditularkan dari setiap pengidap infeksi HIV
kepada pasangan seksnya. Resiko penularan HIV tergantung pada pemilihan
pasangan seks, jumlah pasangan seks dan jenis hubungan seks. Pada penelitian Darrow
(1985) ditemukan resiko seropositive untuk zat anti terhadap HIV cenderung
naik pada hubungan seksual yang dilakukan pada pasangan tidak tetap. Orang yang
sering berhubungan seksual dengan berganti pasangan merupakan kelompok manusia
yang berisiko tinggi terinfeksi virus HIV.
a.
Homoseksual
Didunia barat, Amerika Serikat dan Eropa tingkat
promiskuitas homoseksual menderita AIDS, berumur antara 20-40 tahun dari semua
golongan rusial.
Cara hubungan seksual anogenetal merupakan perilaku seksual
dengan resiko tinggi bagi penularan HIV, khususnya bagi mitra seksual yang
pasif menerima ejakulasi semen dari seseorang pengidap HIV. Hal ini sehubungan
dengan mukosa rektum yang sangat tipis dan mudah sekali mengalami pertukaran
pada saat berhubungan secara anogenital.
b.
Heteroseksual
2. Transmisi
Non Seksual
a.
Transmisi Parenral
·
Yaitu akibat penggunaan jarum suntik dan alat
tusuk lainnya (alat tindik) yang telah terkontaminasi, misalnya pada penyalah
gunaan narkotik suntik yang menggunakan jarum suntik yang tercemar secara
bersama-sama. Disamping dapat juga terjadi melaui jarum suntik yang dipakai
oleh petugas kesehatan tanpa disterilkan terlebih dahulu. Resiko tertular cara
transmisi parental ini kurang dari 1%.
·
Darah/Produk Darah
Transmisi melalui transfusi atau produk darah terjadi di
negara-negara barat sebelum tahun 1985. Sesudah tahun 1985 transmisi melalui
jalur ini di negara barat sangat jarang, karena darah donor telah diperiksa
sebelum ditransfusikan. Resiko tertular infeksi/HIV lewat trasfusi darah adalah
lebih dari 90%.
b.
Transmisi Transplasental
Penularan dari ibu yang mengandung HIV positif ke
anak mempunyai resiko sebesar 50%. Penularan dapat terjadi sewaktu hamil,
melahirkan dan sewaktu menyusui. Penularan melalui air susu ibu termasuk
penularan dengan resiko rendah.
D. PATOFISIOLOGI
1.
Sepsis
Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat
mencapai neonatus melalui beberapa cara yaitu :
a)
Pada
masa antenatal atau sebelum lahir pada masa antenatal kuman dari ibu setelah
melewati plasenta dan umbilicus masuk kedalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah
janin. Kuman penyebab infeksi adalah kuman yang dapat menembus plasenta, antara
lain virus rubella, herpes, sitomegalo, koksaki, hepatitis, influenza,
parotitis. Bakteri yang dapat melalui jalur ini antara lain malaria, sifilis
dan toksoplasma.
b) Pada masa intranatal atau saat persalinan
infeksi saat persalinan terjadi karena kuman yang ada pada vagina dan serviks
naik mencapai kiroin dan amnion akibatnya, terjadi amnionitis dan korionitis,
selanjutnya kuman melalui umbilkus masuk ke tubuh bayi. Cara lain, yaitu saat
persalinan, cairan amnion yang sudah terinfeksi dapat terinhalasi oleh bayi dan
masuk ke traktus digestivus dan traktus respiratorius, kemudian menyebabkan
infeksi pada lokasi tersebut. Selain melalui cara tersebut diatas infeksi pada
janin dapat terjadi melalui kulit bayi atau “port de entre” lain saat bayi
melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman (mis. Herpes genitalis,
candida albican dan gonorrea).
c)
Infeksi
pascanatal atau sesudah persalinan. Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran
umumnya terjadi akibat infeksi nosokomial dari lingkungan diluar rahim (mis,
melalui alat-alat; pengisap lendir, selang endotrakea, infus, selang
nasagastrik, botol minuman atau dot). Perawat atau profesi lain yang ikut
menangani bayi dapat menyebabkan terjadinya infeksi nasokomial, infeksi juga
dapat terjadi melalui luka umbilikus.
2) HIV AIDS
HIV secara khusus menginfeksi limfosit dengan antigen
permukaan CD4, yang bekerja sebagai reseptor viral. Subset limfosit ini, yang
mencakup limfosit penolong dengan peran kritis dalam mempertahankan
responsivitas imun, juga meperlihatkan pengurangan bertahap bersamaan dengan
perkembangan penyakit. Mekanisme infeksi HIV yang menyebabkan penurunan sel
CD4.
HIV secara istimewa menginfeksi limfosit dengan antigen
permukaan CD4, yang bekerja sebagai reseptor viral. Subset limfosit ini, yang
mencakup linfosit penolong dengan peran kritis dalam mempertahankan
responsivitas imun, juga memperlihatkan pengurangan bertahap bersamaan dengan
perkembangan penyakit. Mekanisme infeksi HIV yang menyebabkan penurunan sel CD4
ini tidak pasti, meskipun kemungkinan mencakup infeksi litik sel CD4 itu
sendiri; induksi apoptosis melalui antigen viral, yang dapat bekerja sebagai
superantigen; penghancuran sel yang terinfeksi melalui mekanisme imun antiviral
penjamu dan kematian atau disfungsi precursor limfosit atau sel asesorius pada
timus dan kelenjar getah bening. HIV dapat menginfeksi jenis sel selain
limfosit. Infeksi HIV pada monosit, tidak seperti infeksi pada limfosit CD4,
tidak menyebabkan kematian sel. Monosit yang terinfeksi dapat berperang sebagai
reservoir virus laten tetapi tidak dapat diinduksi, dan dapat membawa virus ke
organ, terutama otak, dan menetap di otak. Percobaan hibridisasi memperlihatkan
asam nukleat viral pada sel-sel kromafin mukosa usus, epitel glomerular dan
tubular dan astroglia. Pada jaringan janin, pemulihan virus yang paling
konsisten adalah dari otak, hati, dan paru. Patologi terkait HIV melibatkan
banyak organ, meskipun sering sulit untuk mengetahui apakah kerusakan terutama
disebabkan oleh infeksi virus local atau komplikasi infeksi lain atau autoimun.
Stadium tanda infeksi HIV pada orang dewasa adalah fase
infeksi akut, sering simtomatik, disertai viremia derajat tinggi, diikuti
periode penahanan imun pada replikasi viral, selama individu biasanya bebas
gejala, dan priode akhir gangguan imun sitomatik progresif, dengan peningkatan
replikasi viral. Selama fase asitomatik kedua-bertahap dan dan progresif,
kelainan fungsi imun tampak pada saat tes, dan beban viral lambat dan biasanya
stabil. Fase akhir, dengan gangguan imun simtomatik, gangguan fungsi dan organ,
dan keganasan terkait HIV, dihubungkan dengan peningkatan replikasi viral dan
sering dengan perubahan pada jenis vital, pengurangan limfosit CD4 yang berlebihan
dan infeksi aportunistik.
Infeksi HIV biasanya secara klinis tidak bergejala saat terakhir, meskipun
“ priode inkubasi “ atau interval sebelum muncul gejala infeksi HIV,
secara umum lebih singkat pada infeksi perinatal dibandingkan pada infeksi HIV
dewasa. Selama
fase ini, gangguan regulasi imun sering tampak pada saat tes, terutama
berkenaan dengan fungsi sel B; hipergameglobulinemia dengan produksi antibody
nonfungsional lebih universal diantara anak-anak yang terinfeksi HIV dari pada
dewasa, sering meningkat pada usia 3 sampai 6 bulan. Ketidak mampuan untuk
berespon terhadap antigen baru ini dengan produksi imunoglobulin secara klinis
mempengaruhi bayi tanpa pajanan antigen sebelumnya, berperang pada infeksi dan
keparahan infeksi bakteri yang lebih berat pada infeksi HIV pediatrik. Deplesi
limfosit CD4 sering merupakan temuan lanjutan, dan mungkin tidak berkorelasi
dengan status simtomatik. Bayi dan anak-anak dengan infeksi HIV sering memiliki
jumlah limfosit yang normal, dan 15% pasien dengan AIDS periatrik mungkin
memiliki resiko limfosit CD4 terhadap CD8 yang normal. Panjamu yang berkembang
untuk beberapa alasan menderita imunopatologi yang berbeda dengan dewasa, dan
kerentanan perkembangan system saraf pusat menerangkan frekuensi relatif ensefalopati
yang terjadi pada infeksi HIV anak.
E. MANIFESTASI KLINIS
1. Sepsis
a) Tanda dan Gejala Umum
·
Hipertermia
(jarang) atau hipothermia (umum) atau bahkan normal.
·
Aktivitas
lemah atau tidak ada
·
Tampak
sakit
·
Menyusun
buruk/intoleransi pemberian susu.
b) Sistem Pernafasan
·
Dispenu
·
Takipneu
·
Apneu
·
Tampak
tarikan otot pernafasan
·
Merintik
·
Mengorok
·
Pernapasan
cuping hidung
·
Sianosis
c)
Sistem
Kardiovaskuler
·
Hipotensi
·
Kulit
lembab dan dingin
·
Pucat
·
Takikardi
·
Bradikardi
·
Edema
·
Henti
jantung
d)
Sistem
Pencernaan
·
Distensi
abdomen
·
Anoreksia
·
Muntah
·
Diare
·
Menyusu
buruk
·
Peningkatan
residu lambung setelah menyusu
·
Darah
samar pada feces
·
Hepatomegali
e)
Sistem
Saraf Pusat
·
Refleks
moro abnormal
·
Intabilitas
·
Kejang
·
Hiporefleksi
·
Fontanel
anterior menonjol
·
Tremor
·
Koma
·
Pernafasan
tidak teratur
·
High-pitched
cry
2. HIV AIDS
Tanda-tanda gejala-gejala (symptom) secara klinis
pada seseorang penderita AIDS adalah diidentifikasi sulit karena symptomasi
yang ditujukan pada umumnya adalah bermula dari gejala-gejala umum yang lazim
didapati pada berbagai penderita
penyakit lain, namun secara umum dapat kiranya dikemukakan sebagai berikut :
• Rasa lelah dan lesu
• Berat badan menurun secara drastis
• Demam yang sering dan berkeringat diwaktu malam
• Mencret dan kurang nafsu makan
• Bercak-bercak putih di lidah dan di dalam mulut
• Pembengkakan leher dan lipatan paha
• Radang paru-paru
• Kanker kulit
Manifestasi klinik utama dari
penderita AIDS pada umumnya ada 2 hal antara lain tumor dan infeksi
oportunistik :
a.
Manifestadi tumor diantaranya;
1.
Sarkoma kaposi ; kanker pada semua bagian
kulit dan organ tubuh. Frekuensi kejadiannya 36-50% biasanya terjadi pada
kelompok homoseksual, dan jarang terjadi pada heteroseksual serta jarang
menjadi sebab kematian primer.
2.
Limfoma ganas ; terjadi setelah sarkoma
kaposi dan menyerang syaraf, dan bertahan kurang lebih 1 tahun.
b.
Manifestasi Oportunistik
diantaranya
1.
Manifestasi pada Paru-paru
·
Pneumonia Pneumocystis (PCP). Pada umumnya 85%
infeksi oportunistik pada AIDS merupakan infeksi paru-paru PCP dengan gejala
sesak nafas, batuk kering, sakit bernafas dalam dan demam.
·
Cytomegalo Virus (CMV)
Pada manusia virus ini 50% hidup sebagai komensial pada
paru-paru tetapi dapat menyebabkan pneumocystis. CMV merupakan penyebab
kematian pada 30% penderita AIDS.
·
Mycobacterium Avilum
Menimbulkan
pneumoni difus, timbul pada stadium akhir dan sulit disembuhkan.
·
Mycobacterium Tuberculosis
Biasanya
timbul lebih dini, penyakit cepat menjadi miliar dan cepat menyebar ke organ
lain diluar paru.
2.
Manifestasi pada Gastroitestinal
Tidak ada nafsu makan, diare khronis, berat badan turun
lebih 10% per bulan.
c.
Manifestasi Neurologis
Sekitar 10% kasus AIDS nenunjukkan manifestasi Neurologis,
yang biasanya timbul pada fase akhir penyakit. Kelainan syaraf yang umum adalah
ensefalitis, meningitis, demensia, mielopati dan neuropari perifer.
F. DIAGNOSTIK
1. Sepsis
Sejarah
medis dan pemeriksaan klinis dapat menyediakan unsur-unsur penting tentang
penyebab dan tingkat keparahan dari sepsis. Identifikasi mikroba penyebab pada
sepsis dapat memberikan informasi yang bermanfaat.
Pencitraan
(seperti sinar-X dada atau CT scan) dan teknik laboratorium (seperti mikroskop
urin atau pungsi lumbal) sering diperlukan untuk menemukan sumber infeksi.
Organisme kausatif yang tepat dikonfirmasi oleh kultur mikrobiologi di
laboratorium (darah budaya dan budaya dari situs yang dicurigai infeksi seperti
kultur urin, kultur sputum, dan sebagainya). Namun, ini adalah proses yang
lambat, karena membutuhkan beberapa hari untuk tumbuh budaya dan benar
mengidentifikasi patogen. Baru tes diagnostik molekuler sekarang tersedia yang
menggunakan bahan genetik dari patogen dengan cepat (dalam jam) memberikan
hasil. Namun, praktek saat ini untuk langsung meresepkan antibiotik spektrum
luas untuk pasien.
Efek
dari kondisi pada fungsi organ harus didokumentasikan untuk memandu terapi. Hal
ini dapat melibatkan pengukuran kadar laktat darah, pengambilan sampel gas
darah, dan tes darah lainnya. Karena pasien di unit perawatan intensif
cenderung untuk infeksi yang didapat di rumah sakit (terutama terkait dengan
kehadiran kateter), mereka mungkin memerlukan budaya pengawasan.
Procalcitonin
telah disarankan sebagai penanda yang lebih spesifik untuk infeksi bukan
peradangan, tetapi bertentangan studi dan penelitian lebih lanjut diperlukan
untuk membuat penggunaan yang tepat dari tanda ini.
2.
HIV
AIDS
Diagnosis awal bayi yang
terinfeksi sangat diinginkan, tetapi pengenalan awal bayi yang beresiko HIV
lebih penting. Hanya jika infeksi HIV pada perempuan hamil teridentifikasi,
terhadap kesempatan untuk mengubah ibu dan bayi secara cepat dengan terapi
antiviral atau preventif. Oleh karena itu uji dan konseling HIV harus menjadi
bagian rutin pada perawatan kehamilan.
Menetapnya antibody terhadap
HIV yang didapat secara transplasenta pada bayi merupakan komplikasi pemakaian
uji antibody konversional dalam mendignosis infeksi HIV pada masa bayi. Karena
antibodi seperti ini dapat menetap dalam sirkulasi bayi yang tidak terinfeksi selama
18 bulan, diagnosis infeksi pada bayi beresiko memerlukan biakan virus dari
bayi (biakan HIV), atau adanya antigen HIV (antigen p24) atau asam nuclear
viral-[reaksi rantai polymerase HIV (PCR)]. Uji virolegi dengan PCR atau biakan
HIV darah perifer dapat diharapkan menegakkan atau menyingkirkan (95% dapat
dipercaya) diagnosis infeksi HIV pada usia 3 sampai 6 bulan. Uji-uji ini jika
dilakukan dengan tepat mempunyai angka positivitas palsu rendah yang dapat
diterima dan dapt diandalkan untuk menegaskan infeksi pada semua usia.
Sensitivitas pada tiap-tiap tes lebih rendah pada priode parinatal, membuat
diperlukannya tes serial. Untuk memonitor secara prospektif bayi yang beresiko,
uji firologi diagnostic dianjurkan sekurang-kurangnya 2 kali dalam 6 bulan pertama.
Sebagai orang tua diberitahukan bahwa anaknya terinfeksi, konfirmasi dan
tinjauan semua uji laboratorium dianjurkan.
Bila bayi atau anak tanpa
factor resiko yang dikenali untuk infeksi HIV tampak dengan gambaran atau tanda
yang cocok dengan defisiensi imun, diagnosis HIV harus dijalankan bersama
defisiensi imun lain. Kenyataan bahwa infeksi HIV akhir-akhir ini merupakan
penyebab utama defisiensi imun pada anak yang lebih mudah membantu saat
membersihkan konseling orang tua berkenang dengan uji serologi.
Pada anak berusia 18 bulan
sampai masa remaja, tes serologi yang positif yang dikonfirmasi untuk antibody
terhadap HIV (ELISA dan bekuan Western
atau tes konfirmasi lain) biasanya cukup untuk menegakkan diagnosis infeksi
HIV. Beberapa persen bayi tidak terinfeksi dari ibu yang terinfeksi HIV akan
memiliki antibody yang berasal dari ibu yang dideteksi, sehingga konfirmasi
virologi diharapkan. Kesukaran lain yang jarang dalam diagnosi yang didasarkan
pada serologi saja adalah bayi yang terinfeksi HIV yang tidak menghasilkan
antibody spesifik HIV dan keadaan yang tidak lazim pada bayi terinfeksi yang
menjadi seronegatif setelah pencucian antibody meternal sebelum menghasilkan
antibody itu sendiri.
G. PENATALAKSANAAN
1.
Sepsis
Pemeriksaan dan
Penatalaksanaan inisial
Penatalaksanaan
awal pada pasien dalam keadaan kritis meliputi
a. Pemeriksaan
segera jalan nafas, pernafasan, dan sirkulasi
b. Riwayat
penyakit singkat
c. Pemeriksaan
terbatas pada sistem tubuh yang relevan
d. Pemeriksaan
sekunder setelah stabilisasi pasien termasuk
e. Riwayat
penyakit lengkap, pemeriksaan detil sistem tubuh.
Penatalaksanaan inisial
Jalan nafas dan pernafasan.
Gagal
nafas sering terjadi dan dapat berkembang menjadi keadaanyang buruk sehingga
diperlukan pemeriksaan yang berulang-ulang.Penurunan kesadaran adalah yang
paling sering menyebabkan obstruksi.Pasien dengan refleks jalan nafas yang
tidak adekwat harus dirawat padaposisi pemulihan dan jika memungkinkan
dilakukan intubasi dan ventilasimekanik.
Jalan nafas yang bersih tidak
menggambarkan pernafasan yangefektif.
Kegagalan pertukaran udara dapat disebabkan oleh masalahparenkim paru
(pneumonia, kolaps paru, edema paru), k
Kegagalan
ventilasi mekanik (pneumotorak, hemotorak, ruptur jalan nafas)
atauberkurangnnya pengatur pernafasan (ensepalopati).Kegagalan pernafasan dapat
diperkirakan dengan tanda daridistres pernafasan termasuk dispnu,
meningkatnyarespiratory rate,
penggunaan otot-otot pernafasan tambahan,
sianosis, kebingungan,takikardi, berkeringat. Diagnosa dibuat secara klinis,
tetapi dapatdikonfirmasi dengan pulse oximetery dan analisa gas darah. Pasiendengan kesadaran
yang menurun dapat tidak bereaksi secara normalterhadap hipoksia dan tanda dari
gagal nafas menjadi sulit untukdideteksi. Pasien dengan ventilasi, pertukaran
gas yang tidak adekwat,membutuhkan alat bantu pernafasan. Biasanya pada keadaan
inidibutuhkan intubasi dan ventilasi mekanis walaupun pertukaran gas dandan
oksigenasi dapat diperbaiki dengan penggunaan continous positiveairway pressure (CPAP) dengan face mask atau ventilasi
non invasif.
Sirkulasi.
Takikardi
dan hipotensi adalah temuan yang hampir selalu adapada pasien sepsis dan
menyebabkan beberapa masalah kardiovaskuler.Pada sepsis awal, dan pada pasien
yang telah mendapatkan resusitasicairan, tekanan darah yang rendah dan dan
denyut jantung yang tinggidisebabkan oleh tingginya cardiac output dan
rendahnya resisitensivaskular dengan perifer yang hangat dan nadi yang
meningkat.Kebalikannya pasien yang belum dilakukan resusitasi terdapat cardiac output yang rendah dan resistensi vaskuler
sisitemik yang tinggi. Padapasien ini didapatkan akral yang dingin,
berkeringat, dengan nadi yanglemah dan dibutuhkan resusitasi segera. Banyak
pasien datang dengangambaran klinik yang tidak jelas atau campuran. Resusitasi
bertujuanuntuk mengembalikan volume sirkulasi, cardiac output dan memperbaikihipotensi.
Infus
inisial dengan cairan kristaloid atau koloid secara cepatdengan panduan dari
respon klinik. Pada akral yang hangat, pada pasiendengan vasodilatasi dan
kardiak output yang tinggi beberapa liter cairankristaloid dibutuhkan untuk
mencapai pengisisan intra vaskuler yangadekuat. Pada pasien dengan gambaran
klinik campuran atau gambaranklinik yang tidak jelas susah untuk menilai secara
klinis. Pemberian cairandengan jumlah yang banyak pada pasien yang diketahui
mempunyaipenyakit jantung atau disfungsi miokard disesuaikan dengan
masalahpenyakit akutnya. Pada pasien-pasien ini penggunaan kateter venasentral
akan membantu dengan cara mengukur
tekanan vena sentral(CVP) untuk memandu resuisitasi cairan dan untuk
mendapatkan jalaninfus obat-obat vasopresor atau inotropik.
Penyebab dapat jelas terlihat (trauma, luka bakar atau tindakanpembedahan)
atau lebih sulit untk didiagnosa (pankreatitis, sepsisginekologis), terutama
pada pasien yang tidak sadar.
2. HIV AIDS
Human Immunodefeciency Virus dapat di isolasi dari
cairan-cairan yang berperan dalam penularan AIDS seperti darah, semen dan
cairan serviks atau vagina.
Diagnosa adanya infeksi dengan HIV ditegakkan di
laboratoruim dengan ditemukannya antibodi yang khusus terhadap virus tersebut.
Pemeriksaan untuk menemukan adanya antibodi tersebut menggunakan metode Elisa
(Enzyme Linked Imunosorbent Assay). Bila hasil test Elisa
positif maka dilakukan pengulangan dan bila tetap positif setelah
pengulangan maka harus dikonfirmasikan dengan test yang lebih spesifik yaitu
metode Western Blot.
Dasar dalam menegakkan
diagnosa AIDS adalah :
1. Adanya
HIV sebagai etiologi (melalui pemeriksaan laboratorium).
2. Adanya
tanda-tanda Immunodeficiency.
3. Adanya
gejala infeksi oportunistik.
Dalam
prakteknya yang dipakai sebagai petunjuk adalah infeksi oportunistik atau
sarkoma kaposi pada usia muda kemudian dilakukan uji serologis untuk mendeteksi
zat anti HIV (Elisa , Western Blot).
KONSEP PROSES KEPERAWATAN
A. ASUHAN KEPERAWATAN
SEPSIS
1. Pengkajian
a.
Pengakjian
dilakukan melalui anamnesis untuk mendapatkan data yang perlu dikaji adalah :
§ Sosial ekonomi
§ Riwayat perawatan antenatal
§ Ada/tidaknya ketuban pecah dini
§ Partus lama atau sangat cepat (partus
presipitatus)
§ Riwayat persalinan di kamar bersalin,
ruang operasi atau tempat lain
§ Riwayat penyakit menular seksual (sifilis,
herpes klamidia, gonorea, dll)
§ Apakah selama kehamilan dan saat
persalinan pernah menderita penyakit infeksi (mis, taksoplasmosis, rubeola,
toksemia gravidarum dan amnionitis)
b. Pada pengkajian fisik ada yang akan
ditemukan meliputi :
§ Letargi (khususnya setelah 24 jam pertama)
§ Tidak mau minum/reflek menghisap lemah
§ Regurgitasi
§ Peka rangsang
§ Pucat
§ Hipotoni
§ Hiporefleksi
§ Gerakan putar mata
§ BB berkurang melebihi penurunan berat
badan secara fisiologis
§ Sianosis
§ Gejala traktus gastro intestinal (muntah,
distensi abdomen atau diare)
§ Hipotermi
§ Pernapasan mendengkur bardipnea atau
apenau
§ Kulit lembab dan dingin
§ Pucat
§ Pengisian kembali kapiler lambar
§ Hipotensi
§ Dehidrasi
§ Pada kulit terdapat ruam, ptekie, pustula
dengan lesi atau herpes.
c.
Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan adalah :
§ Bilirubin
§ Kadar gular darah serum
§ Protein aktif C
§ Imunogloblin IgM
§ Hasil kultur cairan serebrospinal, darah
asupan hidung, umbilikus, telinga, pus dari lesi, feces dan urine.
§ Juga dilakukan analisis cairan
serebrospinal dan pemeriksaan darah tepi dan jumlah leukosit.
2. Diagnosa Keperawatan yang Muncul
a. Infeksi yang berhubungan dengan penularan
infeksi pada bayi sebelum, selama dan sesudah kelahiran.
b. Nutrisi kurang dari kebutuhan yang
berhubungan dengan minum sedikit atau intoleran terhadap minuman.
c. Gangguan pola pernapasan yang berhubungan
dengan apnea.
d. Resiko tinggi terhadap cedera yang
berhubungan dengan penularan infeksi pada bayi oleh petugas.
e. Koping individu efektif yang berhubungan
dengan kesalahan dan kecemasan-kecemasan infeksi pada bayi dan konsekuensi yang
serius dari infeksi.
3. Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan 1 : Infeksi yang
berhubungan dengan penu;aran ifneksi pada bayi sebelum, selama dan sesudah
kelahiran.
Tujuan 1 : Mengenali secara dini bayi yang
mempunyai resiko menderita infeksi.
Kriteria evaluasi : penularan infeksi
tidak terjadi.
Intervensi :
a. Kaji bayi yang memiliki resiko menderita
infeksi meliputi :
§ Kecil
untuk masa kehamilan, besar untuk masa kehamilan, prematur.
§ Nilai apgar dibawah normal
§ Bayi mengalami tindakan operasi
§ Epidemi infeksi dibangsal bayi dengan
kuman E. coli Streptokokus
§ Bayi yang megalami prosedur invasif
§ Kaji riwayat ibu, status sosial ekonomi,
flora vagina, ketuban pecah dini, dan infeksi yang diderita ibu.
b. Kaji adanya tanda infeksi meliputi suhu
tubuh yang tidak stabil, apnea, ikterus, refleks mengisap kurang, minum
sedikit, distensi abdomen, letargi atau iritablitas.
c. Kaji tanda infeksi yang berhubungan dengan
sistem organ, apnea, takipena, sianosis, syok, hipotermia, hipertermia,
letargi, hipotoni, hipertoni, ikterus, ubun-ubun cembung, muntah diare.
d. Kaji hasil pemeriksaan laboratorium
e. Dapatkan sampel untuk pemeriksaaan kultur.
Tujuan 2 : Mencegah dan meminimalkan
infeksi dan pengaruhnya intercensi keperawatan.
1.
Berikan
suhu lingkungan yang netral
2.
Berikan
cairan dan nutrisi yang dibutuhkan melalui infus intravena sesuai berat badan,
usia dan kondisi.
3.
Pantau
tanda vital secara berkelanjutan
4.
Berikan
antibiotik sesuai pesanan
5.
Siapkan
dan berikan cairan plasma segar intravena sesuai pesanan
6.
Siapkan
untuk transfusi tukar dengan packed sel darah merah atas indikasi sepsis.
Diagnosa Keperawatan 2 : Nutrisi kurang
dari kebutuhan yang berhubungan dengan minum sedikit atau intoleran terhadap
minuman.
Tujuan : memelihara kebutuhan nutrisi
bayi, berat badan bayi tidak tujuan, menunjukkan kenaikan berat badan.
Kriteria hasil : nutrisi dan cairan
adekuat.
Intervensi keperawatan :
1.
Kaji intoleran terhadap minuman
2.
Hitung kebutuhan minum bayi
3.
Ukur masukan dan keluaran
4.
Timbang berat badan setiap hari
5. Catat perilaku makan dan aktivitas secara
kurat
6. Pantau koordinasi refleks mengisap dan
menelan
7.
Ukur berat jenis urine
8.
Berikan minuman yang adekuat dengan cara pemberian sesuai kondisi
9. Pantai distensi abdomen (residu lambang)
Diagnosa Keperawatan 3 : Gangguan pola
pernafasan yang berhubungan dengan apnea.
Tujuan : mengatur dan membantu usaha
bernpaas dan kecukupan oksigen.
Kriteria hasil : frekuensi pernapasan
normal, tidak mengalami apneu.
Intervensi Keperawatan :
1. Kaji perubahan pernapasan meliputi
takipnea, pernapasan cuping hidung, gunting,sianosis, ronki kasar, periode
apnea yang lebih dari 10 detik.
2. Pantau denyut jantung secara elektronik
untuk mengetahui takikardia atau bradikardia dan perubahan tekanan darah.
3. Sediakan oksigen lembap dan hangat dengan
kadar T1O2 yang rendah untuk menjaga pengeluaran energi dan panas.
4. Sediakan alat bantu pernapasan atau
ventilasi mekanik
5. Isap lendir atau bersihkan jalan napas
secara hati-hati
6. Amati gas darah yang ada atua pantau
tingkat analisis gas darah sesuai kebutuhan.
7. Atur perawatan bayi dan cegah penanganan
yang berlebihan.
Diagnosa Keperawatan 4 : Resiko tinggi
terhadap cedera yang berhubungan dengan penularan infeksi pada bayi oleh
petugas.
Tujuan : menceghah terjadinya infeksi
nasokomial
Kriteria hasil : cedera pada bayi tidak
terjadi.
Intervensi keperawatan :
1. Lakukan tindakan pencegahan umum, taati
aturan/kebijakan keberhasilan kamar bayi.
2. Isolasi bayi yang datang dari luar ruang
perawatan sampai hasil kultur dinyatakan negatif.
3. Keluarkan bayi dari ruang perawatan atua
ruang isolasi yang ibunya menderita infeksi dan beri tahu tentang penyakitnya.
4. Semua personel atau petugas perawatan
didalam ruang atau saat merawat bayi tidak menderita demam, penyakit pernapasan
atau gastrointestinal, luka terbuka dan penyakit menular lainnya.
5. Sterilkan semua peralatan yang dipakai,
ganti selang dan air humidifier dengan yang steril setiap hari atau sesuai
ketentuan rumah sakit.
6. Bersihkan semua tempat tidur bayi dan
inkubator berserta peralatannya dengan larutan anti septik tiap minggu atau
sesudah digunakan.
7. Bersihkan semua tempat tidur bayi dan
inkubator beserta peralatannya dengan larutan antiseptik tiap minggu atau
sesudah digunakan.
8. Laksanakan secara steril semua prosedur
tindakan dalam melakukan perawatan.
9. Semua perawat atau petugas lain mencuci
tangan sesuai ketentuan setiap sebelum dan sesudah merawat atau memegang bayi.
10. Ambil sampel untuk kultur dari peralatan
bahan persedian dan banyak bahan lain yang terkontaminasi diruang perawatan.
11. Jelaskan orang tua dan keluarga, ketentuan
yang harus ditaati saat mengunjungi bayi.
Diagnosa Keperawatan 5 : Koping individu
tidak efektif yang berhubungan dengan kesalahan dan kecemasan, penularan
infeksi pada bayi dan konsekwensi yang serius dari infeksi.
Tujuan : meminimalkan kesalahan orang tua
dan memberi dukungan koping saat krisis.
Kriteria hasil : koping individu adekuat.
Intervensi keperawatan :
a. Kaji ekspresi verbal dan non verbal,
perasaan dan gunakan mekanisme koping
b. Bantu orang tua untuk mengatakan konsepnya
tentang penyakit bayi, penyebab infeksi, lama perawatan dan komplikasi yang
mungkin terjadi.
c. Berikan informasi yang akurat tentang
kondisi bayi, kemajuan yang dicapai, perawatan selanjutnya dan komplikasi yang
dapat terjadi.
d.
Berdasarkan perasaan orang tua saat berkunjung, beri
kesempatan untuk merawat bayi.
4. Evaluasi
B. HIV
AIDS
1. PENGKAJIAN
a.
Riwayat
Penyakit .
b.
Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama
karena sifat kelainan imun.Umur kronologis pasien juga mempengaruhi imuno kompetens.
Respon imun sangat tertekan pada orang yang sangat muda karena belum
berkembangnya kelenjar timus.
c. Pemeriksaan Fisik (Objektif) dan Keluhan
(Sujektif) Pengkajian keperawatan mencakup pengenalan faktor risiko yang
potensial, termasuk praktek seksual beresiko dan penggunaan bius IV. Status
fisik dan psikologis pasien harus di nilai. Semua faktor yang mempengaruhi fungsi
system imun perlu digali dengan seksama.
-
Status
nutrisi dinilai dengan menanyakan riwayat diet dan mengalami faktor-faktor
yang dapat mengganggu asupan oral seperti anoreksia, mual, vomitos. Nycri oral
atau kesulitan menelan.
-
Kulit
dan membrane mukosa di insfeksi setiap hari untuk menemukan tanda-tanda lesu,
ulserasi atau infeksi. Rongga mulut diperiksa untuk memantau gejala kemerahan,
ulseri dan adanya bercak-bercak putih.
d. Pemeriksaan Diagnostik
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Berdasarkan
data-data hasil penilaian diagnose keperawatan yang utama bagi penderita penyakit
AIDS dapat mencakup keadaan berikutini :
a. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh,
yang berhuhungan dengan penurunan asupan oral.
b. Kerusakanintegritaskulit yang
berhubungandenganmanifestasi HIV, ekskoriasidandiarepadakulit.
3. PERENCANAAN DAN IMPLEMENTASI
Sasaranbagipasienmencakup
:
a. pencapaian
danpemeliharaanintregitaskulit.
b. Perbaikan status nutrisi,
4. INTERVENSI
1. Meningkatkan integrasi kulit.
Kulit dan mukosa oral harus dinilai secara rutin untuk mendeteksi perubahan dalam
penampakan, lokasi serta ukuran lesi dan menemukan bukti infeksi serta kerusakan
kulit. Pasien dianjurkan agar sedapat mungkin mempertahankan keseimbangan istirahat
dan mobilitas. Pasien yang immobile (tidak dapat bergerak) harus dibantu, untuk
mengubah tubuhnya setiap 2 jam sekali.
2. Mempertahankan status
nutrisiyang memadai Status nutrisi dinilai dengan memantau berat badan. Asupan makanan
dan kadar albumin. Pasien juga dinilai untuk menemukan fakto-rfaktor yang
mengganggu asupan oral seperti anoreksia infeksi kandida pada mulut
serta esophagus ; mual, muntah , nyeri, kelemahan dan keadaan mudah letih.
5. EVALUASI DATA
Hasil
yang diharapkan :
a. Mempertahankanintegritaskulit.
b. Mempertahankan status nutrisi
yang memadai.
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Sepsis didefinisikan sebagai
respons inflamasi sistemik karena infeksi. Respons inflamasi ini terjadi karena
invasi mikroorganisme ke dalam jaringan. Angka kejadian sepsis dan
komplikasinya saat ini cukup tinggi dan merupakan salah satu penyebab kematian
utama di unit perawatan intensif medik dan bedah
2. HIV, human immunodeficiency virus, adalah
virus penyebab AIDS, acquired immunodeficiency syndrome.
3. AIDS (Acquired
immunodeficiency syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya
system kekebalan tubuh secara bertahap yang disebabkan oleh infeksi Human
Immunodeficiency virus (HIV).
B. SARAN
Dalam penulisan makalah ini, penulis
menyadari banyaknya kekurangan yang terdapat di dalamnya. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan masukan dari para pembaca untuk perbaikan pembuatan
makalah kedepannya.
1.
Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak
Sakit , EGC, Jakarta .
2.
Tucker
Susan Martin, at al.,1999, Standar Perawatan Pasien, Proses Keperawatan,
Diagnosis dan evaluasi, EGC, Jakarta.
3.
Dongoes,
Marlynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar