Selasa, 15 Mei 2012

SEPSIS DAN HIV-AIDS


Tugas kelompok
SEPSIS DAN HIV-AIDS
uin-makassar.gif






OLEH KELOMPOK 4
Utari Karlinda
Wahyuni Harsul H
Winarti
Yeni Arifin
Yusriani
Sulkifli Syam
St. Khalifah Djufri
Sumartini
Suryani

FAKULTAS ILMU KESEHATAN JURUSAN KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN MAKASSAR
2012


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat limpahan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan makalah yang berjudul SEPSIS dan HIV-AIDS. Tidak terlupa pula, shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada sang guru, murabbi kaum muslimin, sekaligus Rasulullah yang menjadi Rahmatan lil ‘Ālamin yang telah membimbing umat manusia dari alam yang penuh dengan kebodohan menuju alam yang penuh cahaya kemilau ilmu pengetahuan.
Di samping itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pembimbing, serta kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penyusunan makalah ini.
Namun sebagai manusia biasa kami menyadari bahwa mungkin dalam laporan ini terdapat banyak kesalahan, untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi perbaikan menuju kesempurnaan di kemudian hari.
Demikian dari kami,  semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

                                                                                      Makassar, 13 April 2012



                                                                                                   Penyusun




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sepsis didefinisikan sebagai respons inflamasi sistemik karena infeksi. Respons inflamasi ini terjadi karena invasi mikroorganisme ke dalam jaringan. Angka kejadian sepsis dan komplikasinya saat ini cukup tinggi dan merupakan salah satu penyebab kematian utama di unit perawatan intensif medik dan bedah.
Sepsis dapat disebabkan oleh virus, kuman Gram negatif, kuman Gram positif dan jamur. Saat ini infeksi kuman Gram negatif masih merupakan penyebab utama sepsis tetapi didapatkan peningkatan infeksi kuman Gram positif dan jamur sebagai penyebab sepsis. Pada pemeriksaan mikrobiologi didapatkan tidak semua kuman dapat ditemukan dalam darah atau lokasi dugaan terjadinya infeksi.
Patogenesis sepsis saat ini masih belum diketahui secara pasti, mengingat kompleksnya mekanisme melibatkan banyak mediator proinflamasi dan anti inflamasi yang saling berinteraksi satu dengan lain sehingga menyebabkan kerusakan atau disfungsi endotel.
Penanganan sepsis saat ini meliputi terapi baku, kontroversial dan terapi masa depan. Terapi baku meliputi oksigenisasi (termasuk bantuan napas), resusitasi cairan (koloid dan kristaloid), eradikasi kuman penyebab (bedah dan antibiotik), vasoaktif, inotropik dan suportif lain seperti koreksi gangguan asam basa, nutrisi, regulasi gula darah, koagulasi intravaskular diseminata dan lainnya.
Terapi kontroversial meliputi kortikosteroid dan antiinflamasi nonsteroid. Perkembangan kemajuan bidang kedokteran terutama berkaitan dengan pemahaman patogenesis sepsis menjadi dasar terapi masa depan seperti: antitrombin III, antibodi monoklonal (HA-1A dan E5 murine IgM antibodi), antagonis reseptor interleukin-1, antiTNF dan anti nitric oxide.
B.     Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud dengan dengan sepsis dan HIV-AIDS serta bagaimana asuhan keperawatannya

C.     Tujuan penulisan
Untuk mengetahui sepsis dan HIV-AIDS serta asuhan keperawatannya






















BAB II
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN
1.      Pengertian Sepsis
Sepsis didefinisikan sebagai respons inflamasi sistemik karena infeksi. Respons inflamasi ini terjadi karena invasi mikroorganisme ke dalam jaringan. Angka kejadian sepsis dan komplikasinya saat ini cukup tinggi dan merupakan salah satu penyebab kematian utama di unit perawatan intensif medik dan bedah.
2.      Pengertian HIV AIDS
HIV, human immunodeficiency virus, adalah virus penyebab AIDS, acquired immunodeficiency syndrome. Statistik menunjukkan bahwa sekitar satu juta orang di Amerika Serikat yang terinfeksi HIV. Empat puluh juta terinfeksi di seluruh dunia. Dua puluh lima juta orang meninggal karena HIV / AIDS. Orang yang memiliki AIDS memiliki HIV, tetapi orang yang terinfeksi HIV belum tentu terkena AIDS.
AIDS (Acquired immunodeficiency syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh secara bertahap yang disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency virus (HIV). (Mansjoer, 2000:162)
AIDS adalah Runtuhnya benteng pertahanan tubuh yaitu system kekebalan alamiah melawan bibit penyakit runtuh oleh virus HIV, yaitu dengan hancurnya sel limfosit T (sel-T). (Tambayong, J:2000)
AIDS adalah penyakit yang berat yang ditandai oleh kerusakan imunitas seluler yang disebabkan oleh retrovirus (HIV) atau penyakit fatal secara keseluruhan dimana kebanyakan pasien memerlukan perawatan medis dan keperawatan canggih selama perjalanan penyakit. (Carolyn, M.H.1996:601)
AIDS adalah penyakit defisiensi imunitas seluler akibat kehilangan kekebalan yang dapat mempermudah terkena berbagai infeksi seperti bakteri, jamur, parasit dan virus tertentu yang bersifat oportunistik. ( FKUI, 1993 : 354)
Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan AIDS adalah kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh secara bertahap yang disebabkan oleh retrovirus (HIV) yang dapat mempermudah terkena berbagai infeksi seperti bakteri, jamur, parasit dan virus.

B.     ETIOLOGI
1.      Penyebab sepsis
Sepsis dapat disebabkan oleh virus, kuman Gram negatif, kuman Gram positif dan jamur. Saat ini infeksi kuman Gram negatif masih merupakan penyebab utama sepsis tetapi didapatkan peningkatan infeksi kuman Gram positif dan jamur sebagai penyebab sepsis. Pada pemeriksaan mikrobiologi didapatkan tidak semua kuman dapat ditemukan dalam darah atau lokasi dugaan terjadinya infeksi.
2.      Penyebab HIV AIDS
HIV disebabkan oleh human immunodeficiency virus yang melekat dan memasuki limfosit T helper CD4+. Virus tersebut menginfeksi limfosit CD4+ dan sel-sel imunologik lain dan orang itu mengalami destruksi sel CD4+ secara bertahap (Betz dan Sowden, 2002). Infeksi HIV disebabkan oleh masuknya virus yang bernama HIV (Human Immunodeficiency Virus) ke dalam tubuh manusia (Pustekkom, 2005).



C.     EPEDEMIOLOGI
1.      Sepsis
1-3 Respons inflamasi ini terjadi karena invasi mikroorganisme ke dalam jaringan.1 Kemajuan di bidang teknologi dan aplikasi kedokteran meningkatkan risiko terjadinya sepsis seperti: penggunaan kateter, alat invasif, implantasi prosthesis, pemakaian obat antikanker, kortikosteroid dan imunosupresif lain pada penyakit inflamasi atau transplantasi organ.1,4
Setiap tahun sepsis terjadi pada lebih dari 500.000 penderita di Amerika Serikat dan hanya 55-65% yang dapat diselamatkan.5 Angka kematian ini berkisar dari 16% pada penderita dengan sepsis dan 40-60% pada penderita dengan renjatan septik.3
Kematian dini pada penderita dengan renjatan septic (kurang dari 14 hari) terutama disebabkan oleh respons inflamasi sistemik akut, sedangkan kematian berikutnya merupakan akibat hipotensi refrakter yang disebabkan tahanan vaskular sistemik menurun dan gangguan fungsi organ multipel (multiple organ dysfunction syndrome = MODS) sehingga organ vital mengalami hipoperfusi dengan akibat gagal organ multipel di mana, homeostasis tak dapat dipertahankan tanpa adanya intervensi.6,7
2.      HIV AIDS
Sindroma AIDS pertama kali dilaporkan oleh Gottlieb dari Amerika pada tahun 1981. Sejak saat itu jumlah negara yang melaporkan kasus-kasus AIDS meningkat dengan cepat. Dewasa ini penyakit HIV/AIDS telah merupakan pandemi, menyerang jutaan penduduk dunia, pria, wanita, bahkan anak-anak. WHO memperkirakan bahwa sekitas 15 juta orang diantaranya 14 juta remaja dan dewasa terinfeksi HIV. Setiap hari 5000 orang ketularan virus HIV.
Menurut etimasi WHO pada tahun 2000 sekitar 30-40 juta orang terinfeksi virus HIV, 12-18 juta orang akan menunjukkan gejala-gejala AIDS dan setiap tahun sebanyak 1,8 juta orang akan meninggal karena AIDS. Pada saat ini laju infeksi (infection rate) pada wanita jauh lebih cepat dari pada pria. Dari seluruh infeksi, 90% akan terjadi di negara berkembang, terutama Asia.
CARA PENULARAN
Secara umum ada 5 faktor yang perlu diperhatikan pada penularan suatu penyakit yaitu sumber infeksi, vehikulum yang membawa agent, host yang rentan, tempat keluar kuman dan tempat masuk kuman (port’d entrée).
Virus HIV sampai saat ini terbukti hanya menyerang sel Lymfosit T dan sel otak sebagai organ sasarannya. Virus HIV sangat lemah dan mudah mati diluar tubuh. Sebagai vehikulum yang dapat membawa virus HIV keluar tubuh dan menularkan kepada orang lain adalah berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh yang terbukti menularkan diantaranya semen, cairan vagina atau servik dan darah penderita.
Banyak cara yang diduga menjadi cara penularan virus HIV, namun hingga kini cara penularan HIV yang diketahui adalah melalui :
1.       Transmisi Seksual
Penularan melalui hubungan seksual baik Homoseksual maupun Heteroseksual merupakan penularan infeksi HIV yang paling sering terjadi. Penularan ini berhubungan dengan semen dan cairan vagina atau serik. Infeksi dapat ditularkan dari setiap pengidap infeksi HIV kepada pasangan seksnya. Resiko penularan HIV tergantung pada pemilihan pasangan seks, jumlah pasangan seks dan jenis hubungan seks. Pada penelitian Darrow (1985) ditemukan resiko seropositive untuk zat anti terhadap HIV cenderung naik pada hubungan seksual yang dilakukan pada pasangan tidak tetap. Orang yang sering berhubungan seksual dengan berganti pasangan merupakan kelompok manusia yang berisiko tinggi terinfeksi virus HIV.



a.       Homoseksual
Didunia barat, Amerika Serikat dan Eropa tingkat promiskuitas homoseksual menderita AIDS, berumur antara 20-40 tahun dari semua golongan rusial.
Cara hubungan seksual anogenetal merupakan perilaku seksual dengan resiko tinggi bagi penularan HIV, khususnya bagi mitra seksual yang pasif menerima ejakulasi semen dari seseorang pengidap HIV. Hal ini sehubungan dengan mukosa rektum yang sangat tipis dan mudah sekali mengalami pertukaran pada saat berhubungan secara anogenital.
b.      Heteroseksual
Di Afrika dan Asia Tenggara cara penularan utama melalui hubungan heteroseksual pada promiskuitas dan penderita terbanyak adalah kelompok umur seksual aktif baik pria maupun wanita yang mempunyai banyak pasangan dan berganti-ganti.
2.      Transmisi Non Seksual
a.        Transmisi Parenral
·         Yaitu akibat penggunaan jarum suntik dan alat tusuk lainnya (alat tindik) yang telah terkontaminasi, misalnya pada penyalah gunaan narkotik suntik yang menggunakan jarum suntik yang tercemar secara bersama-sama. Disamping dapat juga terjadi melaui jarum suntik yang dipakai oleh petugas kesehatan tanpa disterilkan terlebih dahulu. Resiko tertular cara transmisi parental ini kurang dari 1%.
·         Darah/Produk Darah
Transmisi melalui transfusi atau produk darah terjadi di negara-negara barat sebelum tahun 1985. Sesudah tahun 1985 transmisi melalui jalur ini di negara barat sangat jarang, karena darah donor telah diperiksa sebelum ditransfusikan. Resiko tertular infeksi/HIV lewat trasfusi darah adalah lebih dari 90%.
b.        Transmisi Transplasental
Penularan dari ibu yang mengandung HIV positif ke anak mempunyai resiko sebesar 50%. Penularan dapat terjadi sewaktu hamil, melahirkan dan sewaktu menyusui. Penularan melalui air susu ibu termasuk penularan dengan resiko rendah.

D.    PATOFISIOLOGI
1.      Sepsis
Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui beberapa cara yaitu :
a)      Pada masa antenatal atau sebelum lahir pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan umbilicus masuk kedalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Kuman penyebab infeksi adalah kuman yang dapat menembus plasenta, antara lain virus rubella, herpes, sitomegalo, koksaki, hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri yang dapat melalui jalur ini antara lain malaria, sifilis dan toksoplasma.
b)      Pada masa intranatal atau saat persalinan infeksi saat persalinan terjadi karena kuman yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai kiroin dan amnion akibatnya, terjadi amnionitis dan korionitis, selanjutnya kuman melalui umbilkus masuk ke tubuh bayi. Cara lain, yaitu saat persalinan, cairan amnion yang sudah terinfeksi dapat terinhalasi oleh bayi dan masuk ke traktus digestivus dan traktus respiratorius, kemudian menyebabkan infeksi pada lokasi tersebut. Selain melalui cara tersebut diatas infeksi pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi atau “port de entre” lain saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman (mis. Herpes genitalis, candida albican dan gonorrea).
c)      Infeksi pascanatal atau sesudah persalinan. Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran umumnya terjadi akibat infeksi nosokomial dari lingkungan diluar rahim (mis, melalui alat-alat; pengisap lendir, selang endotrakea, infus, selang nasagastrik, botol minuman atau dot). Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi dapat menyebabkan terjadinya infeksi nasokomial, infeksi juga dapat terjadi melalui luka umbilikus.
2)      HIV AIDS
HIV secara khusus menginfeksi limfosit dengan antigen permukaan CD4, yang bekerja sebagai reseptor viral. Subset limfosit ini, yang mencakup limfosit penolong dengan peran kritis dalam mempertahankan responsivitas imun, juga meperlihatkan pengurangan bertahap bersamaan dengan perkembangan penyakit. Mekanisme infeksi HIV yang menyebabkan penurunan sel CD4.
HIV secara istimewa menginfeksi limfosit dengan antigen permukaan CD4, yang bekerja sebagai reseptor viral. Subset limfosit ini, yang mencakup linfosit penolong dengan peran kritis dalam mempertahankan responsivitas imun, juga memperlihatkan pengurangan bertahap bersamaan dengan perkembangan penyakit. Mekanisme infeksi HIV yang menyebabkan penurunan sel CD4 ini tidak pasti, meskipun kemungkinan mencakup infeksi litik sel CD4 itu sendiri; induksi apoptosis melalui antigen viral, yang dapat bekerja sebagai superantigen; penghancuran sel yang terinfeksi melalui mekanisme imun antiviral penjamu dan kematian atau disfungsi precursor limfosit atau sel asesorius pada timus dan kelenjar getah bening. HIV dapat menginfeksi jenis sel selain limfosit. Infeksi HIV pada monosit, tidak seperti infeksi pada limfosit CD4, tidak menyebabkan kematian sel. Monosit yang terinfeksi dapat berperang sebagai reservoir virus laten tetapi tidak dapat diinduksi, dan dapat membawa virus ke organ, terutama otak, dan menetap di otak. Percobaan hibridisasi memperlihatkan asam nukleat viral pada sel-sel kromafin mukosa usus, epitel glomerular dan tubular dan astroglia. Pada jaringan janin, pemulihan virus yang paling konsisten adalah dari otak, hati, dan paru. Patologi terkait HIV melibatkan banyak organ, meskipun sering sulit untuk mengetahui apakah kerusakan terutama disebabkan oleh infeksi virus local atau komplikasi infeksi lain atau autoimun.
Stadium tanda infeksi HIV pada orang dewasa adalah fase infeksi akut, sering simtomatik, disertai viremia derajat tinggi, diikuti periode penahanan imun pada replikasi viral, selama individu biasanya bebas gejala, dan priode akhir gangguan imun sitomatik progresif, dengan peningkatan replikasi viral. Selama fase asitomatik kedua-bertahap dan dan progresif, kelainan fungsi imun tampak pada saat tes, dan beban viral lambat dan biasanya stabil. Fase akhir, dengan gangguan imun simtomatik, gangguan fungsi dan organ, dan keganasan terkait HIV, dihubungkan dengan peningkatan replikasi viral dan sering dengan perubahan pada jenis vital, pengurangan limfosit CD4 yang berlebihan dan infeksi aportunistik.
Infeksi HIV biasanya secara klinis tidak bergejala saat terakhir, meskipun “ priode inkubasi “  atau interval sebelum muncul gejala infeksi HIV, secara umum lebih singkat pada infeksi perinatal dibandingkan pada infeksi HIV dewasa. Selama fase ini, gangguan regulasi imun sering tampak pada saat tes, terutama berkenaan dengan fungsi sel B; hipergameglobulinemia dengan produksi antibody nonfungsional lebih universal diantara anak-anak yang terinfeksi HIV dari pada dewasa, sering meningkat pada usia 3 sampai 6 bulan. Ketidak mampuan untuk berespon terhadap antigen baru ini dengan produksi imunoglobulin secara klinis mempengaruhi bayi tanpa pajanan antigen sebelumnya, berperang pada infeksi dan keparahan infeksi bakteri yang lebih berat pada infeksi HIV pediatrik. Deplesi limfosit CD4 sering merupakan temuan lanjutan, dan mungkin tidak berkorelasi dengan status simtomatik. Bayi dan anak-anak dengan infeksi HIV sering memiliki jumlah limfosit yang normal, dan 15% pasien dengan AIDS periatrik mungkin memiliki resiko limfosit CD4 terhadap CD8 yang normal. Panjamu yang berkembang untuk beberapa alasan menderita imunopatologi yang berbeda dengan dewasa, dan kerentanan perkembangan system saraf pusat menerangkan frekuensi relatif ensefalopati yang terjadi pada infeksi HIV anak.

E.     MANIFESTASI KLINIS
1.      Sepsis
a)      Tanda dan Gejala Umum
·         Hipertermia (jarang) atau hipothermia (umum) atau bahkan normal.
·         Aktivitas lemah atau tidak ada
·         Tampak sakit
·         Menyusun buruk/intoleransi pemberian susu.
b)      Sistem Pernafasan
·         Dispenu
·         Takipneu
·         Apneu
·         Tampak tarikan otot pernafasan
·         Merintik
·         Mengorok
·         Pernapasan cuping hidung
·         Sianosis
c)      Sistem Kardiovaskuler
·         Hipotensi
·         Kulit lembab dan dingin
·         Pucat
·         Takikardi
·         Bradikardi
·         Edema
·         Henti jantung
d)     Sistem Pencernaan
·         Distensi abdomen
·         Anoreksia
·         Muntah
·         Diare
·         Menyusu buruk
·         Peningkatan residu lambung setelah menyusu
·         Darah samar pada feces
·         Hepatomegali
e)      Sistem Saraf Pusat
·         Refleks moro abnormal
·         Intabilitas
·         Kejang
·         Hiporefleksi
·         Fontanel anterior menonjol
·         Tremor
·         Koma
·         Pernafasan tidak teratur
·         High-pitched cry



2. HIV AIDS
Tanda-tanda gejala-gejala (symptom) secara klinis pada seseorang penderita AIDS adalah diidentifikasi sulit karena symptomasi yang ditujukan pada umumnya adalah bermula dari gejala-gejala umum yang lazim didapati pada berbagai penderita penyakit lain, namun secara umum dapat kiranya dikemukakan sebagai berikut :
• Rasa lelah dan lesu
• Berat badan menurun secara drastis
• Demam yang sering dan berkeringat diwaktu malam
• Mencret dan kurang nafsu makan
• Bercak-bercak putih di lidah dan di dalam mulut
• Pembengkakan leher dan lipatan paha
• Radang paru-paru
• Kanker kulit
Manifestasi klinik utama dari penderita AIDS pada umumnya ada 2 hal antara lain tumor dan infeksi oportunistik :
a.      Manifestadi tumor diantaranya;
1.      Sarkoma kaposi ; kanker pada semua bagian kulit dan organ tubuh. Frekuensi kejadiannya 36-50% biasanya terjadi pada kelompok homoseksual, dan jarang terjadi pada heteroseksual serta jarang menjadi sebab kematian primer.
2.      Limfoma ganas ; terjadi setelah sarkoma kaposi dan menyerang syaraf, dan bertahan kurang lebih 1 tahun.
b.      Manifestasi Oportunistik diantaranya
1.      Manifestasi pada Paru-paru
·         Pneumonia Pneumocystis (PCP). Pada umumnya 85% infeksi oportunistik pada AIDS merupakan infeksi paru-paru PCP dengan gejala sesak nafas, batuk kering, sakit bernafas dalam dan demam.
·         Cytomegalo Virus (CMV)
Pada manusia virus ini 50% hidup sebagai komensial pada paru-paru tetapi dapat menyebabkan pneumocystis. CMV merupakan penyebab kematian pada 30% penderita AIDS.
·         Mycobacterium Avilum
Menimbulkan pneumoni difus, timbul pada stadium akhir dan sulit disembuhkan.
·         Mycobacterium Tuberculosis
Biasanya timbul lebih dini, penyakit cepat menjadi miliar dan cepat menyebar ke organ lain diluar paru.
2.        Manifestasi pada Gastroitestinal
Tidak ada nafsu makan, diare khronis, berat badan turun lebih 10% per bulan.
c.       Manifestasi Neurologis
Sekitar 10% kasus AIDS nenunjukkan manifestasi Neurologis, yang biasanya timbul pada fase akhir penyakit. Kelainan syaraf yang umum adalah ensefalitis, meningitis, demensia, mielopati dan neuropari perifer.
F.      DIAGNOSTIK
1.      Sepsis
Sejarah medis dan pemeriksaan klinis dapat menyediakan unsur-unsur penting tentang penyebab dan tingkat keparahan dari sepsis. Identifikasi mikroba penyebab pada sepsis dapat memberikan informasi yang bermanfaat.
Pencitraan (seperti sinar-X dada atau CT scan) dan teknik laboratorium (seperti mikroskop urin atau pungsi lumbal) sering diperlukan untuk menemukan sumber infeksi. Organisme kausatif yang tepat dikonfirmasi oleh kultur mikrobiologi di laboratorium (darah budaya dan budaya dari situs yang dicurigai infeksi seperti kultur urin, kultur sputum, dan sebagainya). Namun, ini adalah proses yang lambat, karena membutuhkan beberapa hari untuk tumbuh budaya dan benar mengidentifikasi patogen. Baru tes diagnostik molekuler sekarang tersedia yang menggunakan bahan genetik dari patogen dengan cepat (dalam jam) memberikan hasil. Namun, praktek saat ini untuk langsung meresepkan antibiotik spektrum luas untuk pasien.
Efek dari kondisi pada fungsi organ harus didokumentasikan untuk memandu terapi. Hal ini dapat melibatkan pengukuran kadar laktat darah, pengambilan sampel gas darah, dan tes darah lainnya. Karena pasien di unit perawatan intensif cenderung untuk infeksi yang didapat di rumah sakit (terutama terkait dengan kehadiran kateter), mereka mungkin memerlukan budaya pengawasan.
Procalcitonin telah disarankan sebagai penanda yang lebih spesifik untuk infeksi bukan peradangan, tetapi bertentangan studi dan penelitian lebih lanjut diperlukan untuk membuat penggunaan yang tepat dari tanda ini.
2.      HIV AIDS
Diagnosis awal bayi yang terinfeksi sangat diinginkan, tetapi pengenalan awal bayi yang beresiko HIV lebih penting. Hanya jika infeksi HIV pada perempuan hamil teridentifikasi, terhadap kesempatan untuk mengubah ibu dan bayi secara cepat dengan terapi antiviral atau preventif. Oleh karena itu uji dan konseling HIV harus menjadi bagian rutin pada perawatan kehamilan.
Menetapnya antibody terhadap HIV yang didapat secara transplasenta pada bayi merupakan komplikasi pemakaian uji antibody konversional dalam mendignosis infeksi HIV pada masa bayi. Karena antibodi seperti ini dapat menetap dalam sirkulasi bayi yang tidak terinfeksi selama 18 bulan, diagnosis infeksi pada bayi beresiko memerlukan biakan virus dari bayi (biakan HIV), atau adanya antigen HIV (antigen p24) atau asam nuclear viral-[reaksi rantai polymerase HIV (PCR)]. Uji virolegi dengan PCR atau biakan HIV darah perifer dapat diharapkan menegakkan atau menyingkirkan (95% dapat dipercaya) diagnosis infeksi HIV pada usia 3 sampai 6 bulan. Uji-uji ini jika dilakukan dengan tepat mempunyai angka positivitas palsu rendah yang dapat diterima dan dapt diandalkan untuk menegaskan infeksi pada semua usia. Sensitivitas pada tiap-tiap tes lebih rendah pada priode parinatal, membuat diperlukannya tes serial. Untuk memonitor secara prospektif bayi yang beresiko, uji firologi diagnostic dianjurkan sekurang-kurangnya 2 kali dalam 6 bulan pertama. Sebagai orang tua diberitahukan bahwa anaknya terinfeksi, konfirmasi dan tinjauan semua uji laboratorium dianjurkan.
Bila bayi atau anak tanpa factor resiko yang dikenali untuk infeksi HIV tampak dengan gambaran atau tanda yang cocok dengan defisiensi imun, diagnosis HIV harus dijalankan bersama defisiensi imun lain. Kenyataan bahwa infeksi HIV akhir-akhir ini merupakan penyebab utama defisiensi imun pada anak yang lebih mudah membantu saat membersihkan konseling orang tua berkenang dengan uji serologi.
Pada anak berusia 18 bulan sampai masa remaja, tes serologi yang positif yang dikonfirmasi untuk antibody terhadap HIV (ELISA dan bekuan Western atau tes konfirmasi lain) biasanya cukup untuk menegakkan diagnosis infeksi HIV. Beberapa persen bayi tidak terinfeksi dari ibu yang terinfeksi HIV akan memiliki antibody yang berasal dari ibu yang dideteksi, sehingga konfirmasi virologi diharapkan. Kesukaran lain yang jarang dalam diagnosi yang didasarkan pada serologi saja adalah bayi yang terinfeksi HIV yang tidak menghasilkan antibody spesifik HIV dan keadaan yang tidak lazim pada bayi terinfeksi yang menjadi seronegatif setelah pencucian antibody meternal sebelum menghasilkan antibody itu sendiri.




G.    PENATALAKSANAAN
1.      Sepsis
Pemeriksaan dan Penatalaksanaan inisial
Penatalaksanaan awal pada pasien dalam keadaan kritis meliputi
a.       Pemeriksaan segera jalan nafas, pernafasan, dan sirkulasi
b.      Riwayat penyakit singkat
c.       Pemeriksaan terbatas pada sistem tubuh yang relevan
d.      Pemeriksaan sekunder setelah stabilisasi pasien termasuk
e.       Riwayat penyakit lengkap, pemeriksaan detil sistem tubuh.
Penatalaksanaan inisial
Jalan nafas dan pernafasan.
Gagal nafas sering terjadi dan dapat berkembang menjadi keadaanyang buruk sehingga diperlukan pemeriksaan yang berulang-ulang.Penurunan kesadaran adalah yang paling sering menyebabkan obstruksi.Pasien dengan refleks jalan nafas yang tidak adekwat harus dirawat padaposisi pemulihan dan jika memungkinkan dilakukan intubasi dan ventilasimekanik.
Jalan nafas yang bersih tidak menggambarkan pernafasan yangefektif. Kegagalan pertukaran udara dapat disebabkan oleh masalahparenkim paru (pneumonia, kolaps paru, edema paru), k
Kegagalan ventilasi mekanik (pneumotorak, hemotorak, ruptur jalan nafas) atauberkurangnnya pengatur pernafasan (ensepalopati).Kegagalan pernafasan dapat diperkirakan dengan tanda daridistres pernafasan termasuk dispnu, meningkatnyarespiratory rate, penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, sianosis, kebingungan,takikardi, berkeringat. Diagnosa dibuat secara klinis, tetapi dapatdikonfirmasi dengan  pulse oximetery  dan analisa gas darah. Pasiendengan kesadaran yang menurun dapat tidak bereaksi secara normalterhadap hipoksia dan tanda dari gagal nafas menjadi sulit untukdideteksi. Pasien dengan ventilasi, pertukaran gas yang tidak adekwat,membutuhkan alat bantu pernafasan. Biasanya pada keadaan inidibutuhkan intubasi dan ventilasi mekanis walaupun pertukaran gas dandan oksigenasi dapat diperbaiki dengan penggunaan continous positiveairway pressure (CPAP) dengan face mask atau ventilasi non invasif.

Sirkulasi.
Takikardi dan hipotensi adalah temuan yang hampir selalu adapada pasien sepsis dan menyebabkan beberapa masalah kardiovaskuler.Pada sepsis awal, dan pada pasien yang telah mendapatkan resusitasicairan, tekanan darah yang rendah dan dan denyut jantung yang tinggidisebabkan oleh tingginya cardiac output dan rendahnya resisitensivaskular dengan perifer yang hangat dan nadi yang meningkat.Kebalikannya pasien yang belum dilakukan resusitasi terdapat cardiac output yang rendah dan resistensi vaskuler sisitemik yang tinggi. Padapasien ini didapatkan akral yang dingin, berkeringat, dengan nadi yanglemah dan dibutuhkan resusitasi segera. Banyak pasien datang dengangambaran klinik yang tidak jelas atau campuran. Resusitasi bertujuanuntuk mengembalikan volume sirkulasi, cardiac output dan memperbaikihipotensi.
Infus inisial dengan cairan kristaloid atau koloid secara cepatdengan panduan dari respon klinik. Pada akral yang hangat, pada pasiendengan vasodilatasi dan kardiak output yang tinggi beberapa liter cairankristaloid dibutuhkan untuk mencapai pengisisan intra vaskuler yangadekuat. Pada pasien dengan gambaran klinik campuran atau gambaranklinik yang tidak jelas susah untuk menilai secara klinis. Pemberian cairandengan jumlah yang banyak pada pasien yang diketahui mempunyaipenyakit jantung atau disfungsi miokard disesuaikan dengan masalahpenyakit akutnya. Pada pasien-pasien ini penggunaan kateter venasentral akan membantu dengan cara mengukur tekanan vena sentral(CVP) untuk memandu resuisitasi cairan dan untuk mendapatkan jalaninfus obat-obat vasopresor atau inotropik.
Riwayat Penyakit.
 Penyebab dapat jelas terlihat (trauma, luka bakar atau tindakanpembedahan) atau lebih sulit untk didiagnosa (pankreatitis, sepsisginekologis), terutama pada pasien yang tidak sadar.

2.      HIV AIDS
PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN DIAGNOSISI AIDS
Human Immunodefeciency Virus dapat di isolasi dari cairan-cairan yang berperan dalam penularan AIDS seperti darah, semen dan cairan serviks atau vagina.  
Diagnosa adanya infeksi dengan HIV ditegakkan di laboratoruim dengan ditemukannya antibodi yang khusus terhadap virus tersebut. Pemeriksaan untuk menemukan adanya antibodi tersebut menggunakan metode Elisa (Enzyme Linked Imunosorbent Assay). Bila hasil test Elisa positif maka dilakukan pengulangan dan bila tetap positif setelah pengulangan maka harus dikonfirmasikan dengan test yang lebih spesifik yaitu metode Western Blot.
Dasar dalam menegakkan diagnosa AIDS adalah :
1.      Adanya HIV sebagai etiologi (melalui pemeriksaan laboratorium).
2.      Adanya tanda-tanda Immunodeficiency.
3.      Adanya gejala infeksi oportunistik.
Dalam prakteknya yang dipakai sebagai petunjuk adalah infeksi oportunistik atau sarkoma kaposi pada usia muda kemudian dilakukan uji serologis untuk mendeteksi zat anti HIV (Elisa, Western Blot).






BAB III
KONSEP PROSES KEPERAWATAN
A.    ASUHAN KEPERAWATAN SEPSIS
1.      Pengkajian
a.       Pengakjian dilakukan melalui anamnesis untuk mendapatkan data yang perlu dikaji adalah :
§  Sosial ekonomi
§  Riwayat perawatan antenatal
§  Ada/tidaknya ketuban pecah dini
§  Partus lama atau sangat cepat (partus presipitatus)
§  Riwayat persalinan di kamar bersalin, ruang operasi atau tempat lain
§  Riwayat penyakit menular seksual (sifilis, herpes klamidia, gonorea, dll)
§  Apakah selama kehamilan dan saat persalinan pernah menderita penyakit infeksi (mis, taksoplasmosis, rubeola, toksemia gravidarum dan amnionitis)
b.      Pada pengkajian fisik ada yang akan ditemukan meliputi :
§  Letargi (khususnya setelah 24 jam pertama)
§  Tidak mau minum/reflek menghisap lemah
§  Regurgitasi
§  Peka rangsang
§  Pucat
§  Hipotoni
§  Hiporefleksi
§  Gerakan putar mata
§  BB berkurang melebihi penurunan berat badan secara fisiologis
§  Sianosis
§  Gejala traktus gastro intestinal (muntah, distensi abdomen atau diare)
§  Hipotermi
§  Pernapasan mendengkur bardipnea atau apenau
§  Kulit lembab dan dingin
§  Pucat
§  Pengisian kembali kapiler lambar
§  Hipotensi
§  Dehidrasi
§  Pada kulit terdapat ruam, ptekie, pustula dengan lesi atau herpes.
c.       Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan adalah :
§  Bilirubin
§  Kadar gular darah serum
§  Protein aktif C
§  Imunogloblin IgM
§  Hasil kultur cairan serebrospinal, darah asupan hidung, umbilikus, telinga, pus dari lesi, feces dan urine.
§  Juga dilakukan analisis cairan serebrospinal dan pemeriksaan darah tepi dan jumlah leukosit.
2.      Diagnosa Keperawatan yang Muncul
a.       Infeksi yang berhubungan dengan penularan infeksi pada bayi sebelum, selama dan sesudah kelahiran.
b.      Nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan minum sedikit atau intoleran terhadap minuman.
c.       Gangguan pola pernapasan yang berhubungan dengan apnea.
d.      Resiko tinggi terhadap cedera yang berhubungan dengan penularan infeksi pada bayi oleh petugas.
e.       Koping individu efektif yang berhubungan dengan kesalahan dan kecemasan-kecemasan infeksi pada bayi dan konsekuensi yang serius dari infeksi.
3.      Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan 1 : Infeksi yang berhubungan dengan penu;aran ifneksi pada bayi sebelum, selama dan sesudah kelahiran.
Tujuan 1 : Mengenali secara dini bayi yang mempunyai resiko menderita infeksi.
Kriteria evaluasi : penularan infeksi tidak terjadi.
Intervensi :
a.       Kaji bayi yang memiliki resiko menderita infeksi meliputi :
§  Kecil untuk masa kehamilan, besar untuk masa kehamilan, prematur.
§  Nilai apgar dibawah normal
§  Bayi mengalami tindakan operasi
§  Epidemi infeksi dibangsal bayi dengan kuman E. coli Streptokokus
§  Bayi yang megalami prosedur invasif
§  Kaji riwayat ibu, status sosial ekonomi, flora vagina, ketuban pecah dini, dan infeksi yang diderita ibu.
b.      Kaji adanya tanda infeksi meliputi suhu tubuh yang tidak stabil, apnea, ikterus, refleks mengisap kurang, minum sedikit, distensi abdomen, letargi atau iritablitas.
c.       Kaji tanda infeksi yang berhubungan dengan sistem organ, apnea, takipena, sianosis, syok, hipotermia, hipertermia, letargi, hipotoni, hipertoni, ikterus, ubun-ubun cembung, muntah diare.
d.      Kaji hasil pemeriksaan laboratorium
e.       Dapatkan sampel untuk pemeriksaaan kultur.
Tujuan 2 : Mencegah dan meminimalkan infeksi dan pengaruhnya intercensi keperawatan.
                              1.            Berikan suhu lingkungan yang netral
                              2.            Berikan cairan dan nutrisi yang dibutuhkan melalui infus intravena sesuai berat badan, usia dan kondisi.
                              3.            Pantau tanda vital secara berkelanjutan
                              4.            Berikan antibiotik sesuai pesanan
                              5.            Siapkan dan berikan cairan plasma segar intravena sesuai pesanan
                              6.            Siapkan untuk transfusi tukar dengan packed sel darah merah atas indikasi sepsis.
Diagnosa Keperawatan 2 : Nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan minum sedikit atau intoleran terhadap minuman.
Tujuan : memelihara kebutuhan nutrisi bayi, berat badan bayi tidak tujuan, menunjukkan kenaikan berat badan.
Kriteria hasil : nutrisi dan cairan adekuat.
Intervensi keperawatan :
1.      Kaji intoleran terhadap minuman
2.      Hitung kebutuhan minum bayi
3.      Ukur masukan dan keluaran
4.      Timbang berat badan setiap hari
5.      Catat perilaku makan dan aktivitas secara kurat
6.      Pantau koordinasi refleks mengisap dan menelan
7.      Ukur berat jenis urine
8.      Berikan minuman yang adekuat dengan cara pemberian sesuai kondisi
9.      Pantai distensi abdomen (residu lambang)
Diagnosa Keperawatan 3 : Gangguan pola pernafasan yang berhubungan dengan apnea.
Tujuan : mengatur dan membantu usaha bernpaas dan kecukupan oksigen.
Kriteria hasil : frekuensi pernapasan normal, tidak mengalami apneu.
Intervensi Keperawatan :
1.      Kaji perubahan pernapasan meliputi takipnea, pernapasan cuping hidung, gunting,sianosis, ronki kasar, periode apnea yang lebih dari 10 detik.
2.      Pantau denyut jantung secara elektronik untuk mengetahui takikardia atau bradikardia dan perubahan tekanan darah.
3.      Sediakan oksigen lembap dan hangat dengan kadar T1O2 yang rendah untuk menjaga pengeluaran energi dan panas.
4.      Sediakan alat bantu pernapasan atau ventilasi mekanik
5.      Isap lendir atau bersihkan jalan napas secara hati-hati
6.      Amati gas darah yang ada atua pantau tingkat analisis gas darah sesuai kebutuhan.
7.      Atur perawatan bayi dan cegah penanganan yang berlebihan.

Diagnosa Keperawatan 4 : Resiko tinggi terhadap cedera yang berhubungan dengan penularan infeksi pada bayi oleh petugas.
Tujuan : menceghah terjadinya infeksi nasokomial
Kriteria hasil : cedera pada bayi tidak terjadi.
Intervensi keperawatan :
1.      Lakukan tindakan pencegahan umum, taati aturan/kebijakan keberhasilan kamar bayi.
2.      Isolasi bayi yang datang dari luar ruang perawatan sampai hasil kultur dinyatakan negatif.
3.      Keluarkan bayi dari ruang perawatan atua ruang isolasi yang ibunya menderita infeksi dan beri tahu tentang penyakitnya.
4.      Semua personel atau petugas perawatan didalam ruang atau saat merawat bayi tidak menderita demam, penyakit pernapasan atau gastrointestinal, luka terbuka dan penyakit menular lainnya.
5.      Sterilkan semua peralatan yang dipakai, ganti selang dan air humidifier dengan yang steril setiap hari atau sesuai ketentuan rumah sakit.
6.      Bersihkan semua tempat tidur bayi dan inkubator berserta peralatannya dengan larutan anti septik tiap minggu atau sesudah digunakan.
7.      Bersihkan semua tempat tidur bayi dan inkubator beserta peralatannya dengan larutan antiseptik tiap minggu atau sesudah digunakan.
8.      Laksanakan secara steril semua prosedur tindakan dalam melakukan perawatan.
9.      Semua perawat atau petugas lain mencuci tangan sesuai ketentuan setiap sebelum dan sesudah merawat atau memegang bayi.
10.  Ambil sampel untuk kultur dari peralatan bahan persedian dan banyak bahan lain yang terkontaminasi diruang perawatan.
11.  Jelaskan orang tua dan keluarga, ketentuan yang harus ditaati saat mengunjungi bayi.
Diagnosa Keperawatan 5 : Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan kesalahan dan kecemasan, penularan infeksi pada bayi dan konsekwensi yang serius dari infeksi.
Tujuan : meminimalkan kesalahan orang tua dan memberi dukungan koping saat krisis.
Kriteria hasil : koping individu adekuat.
Intervensi keperawatan :
a.       Kaji ekspresi verbal dan non verbal, perasaan dan gunakan mekanisme koping
b.      Bantu orang tua untuk mengatakan konsepnya tentang penyakit bayi, penyebab infeksi, lama perawatan dan komplikasi yang mungkin terjadi.
c.       Berikan informasi yang akurat tentang kondisi bayi, kemajuan yang dicapai, perawatan selanjutnya dan komplikasi yang dapat terjadi.
d.      Berdasarkan perasaan orang tua saat berkunjung, beri kesempatan untuk merawat bayi.
4.      Evaluasi




B.     HIV AIDS
1.      PENGKAJIAN
a.         Riwayat Penyakit.
b.         Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena sifat kelainan imun.Umur kronologis pasien juga mempengaruhi imuno kompetens. Respon imun sangat tertekan pada orang yang  sangat muda karena belum berkembangnya kelenjar timus.
c.       Pemeriksaan Fisik (Objektif) dan Keluhan (Sujektif)  Pengkajian keperawatan mencakup pengenalan faktor risiko yang potensial, termasuk praktek seksual beresiko dan penggunaan bius IV. Status fisik dan psikologis pasien harus di nilai. Semua faktor yang mempengaruhi fungsi system imun perlu digali dengan seksama.
-           Status nutrisi dinilai dengan menanyakan riwayat diet dan mengalami faktor-faktor yang dapat mengganggu asupan oral seperti anoreksia, mual, vomitos. Nycri oral atau kesulitan menelan.
-          Kulit dan membrane mukosa di insfeksi setiap hari untuk menemukan tanda-tanda lesu, ulserasi atau infeksi. Rongga mulut diperiksa untuk memantau gejala kemerahan, ulseri dan adanya bercak-bercak putih.
d.      Pemeriksaan Diagnostik  
Tes Laboratorium Tes dan pemeriksaan laboratorium digunakan untuk mendiagnosis     Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan memantau perkembangan penyakit serta responnya terhadap terapi Human Immuno deficiency Virus (HIV)
2.      DIAGNOSA KEPERAWATAN
 Berdasarkan data-data hasil penilaian diagnose keperawatan yang utama bagi penderita penyakit AIDS dapat mencakup keadaan berikutini :
a.        Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh, yang berhuhungan dengan penurunan asupan oral.
b.      Kerusakanintegritaskulit yang berhubungandenganmanifestasi HIV, ekskoriasidandiarepadakulit.
3.      PERENCANAAN DAN IMPLEMENTASI 
Sasaranbagipasienmencakup :
a.       pencapaian danpemeliharaanintregitaskulit.
b.      Perbaikan status nutrisi,
4.      INTERVENSI
1.      Meningkatkan integrasi kulit. Kulit dan mukosa oral harus dinilai secara rutin untuk mendeteksi perubahan dalam penampakan, lokasi serta ukuran lesi dan menemukan bukti infeksi serta kerusakan kulit. Pasien dianjurkan agar sedapat mungkin mempertahankan keseimbangan istirahat dan mobilitas. Pasien yang immobile (tidak dapat bergerak) harus dibantu, untuk mengubah tubuhnya setiap 2 jam sekali.
2.      Mempertahankan status nutrisiyang memadai Status nutrisi dinilai dengan memantau berat badan. Asupan makanan dan kadar albumin. Pasien juga dinilai untuk menemukan fakto-rfaktor yang mengganggu asupan oral seperti anoreksia infeksi kandida pada   mulut serta esophagus ; mual,  muntah , nyeri,  kelemahan dan keadaan mudah letih.
5.      EVALUASI DATA
Hasil yang diharapkan :
a.       Mempertahankanintegritaskulit.
b.      Mempertahankan status nutrisi yang memadai.










BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
1.      Sepsis didefinisikan sebagai respons inflamasi sistemik karena infeksi. Respons inflamasi ini terjadi karena invasi mikroorganisme ke dalam jaringan. Angka kejadian sepsis dan komplikasinya saat ini cukup tinggi dan merupakan salah satu penyebab kematian utama di unit perawatan intensif medik dan bedah
2.      HIV, human immunodeficiency virus, adalah virus penyebab AIDS, acquired immunodeficiency syndrome.
3.      AIDS (Acquired immunodeficiency syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh secara bertahap yang disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency virus (HIV).

B.     SARAN
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari banyaknya kekurangan yang terdapat di dalamnya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan masukan dari para pembaca untuk perbaikan pembuatan makalah kedepannya.



DAFTAR PUSTAKA
1.       Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta.
2.       Tucker Susan Martin, at al.,1999, Standar Perawatan Pasien, Proses Keperawatan, Diagnosis dan evaluasi, EGC, Jakarta.
3.       Dongoes, Marlynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC




                                   










Tidak ada komentar:

Posting Komentar