Rabu, 06 Juni 2012

Al quran, hadis dan sakit

AL QURAN
A.    Pengertian Al Quran
Kata Al-Qur’an berasal dari bahasa Arab yaitu قَرَأَ – يَقْرَأُ – قُرْأَناً yang berarti bacaan. Makna al-Qur’an secara istilah adalah Kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. membacanya merupakan ibadah, susunan kata dan isinya merupakan mu’jizat, termaktub di dalam mushaf dan dinukil secara mutawatir.
Menurut bahasa, kata Al-Qur’an adalah bentuk masdar yang berasal dari kata qoro’a yang memiliki makna sinonim dengan kata qiro’ah, yaitu bacaan.
Menurut istilah, Al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dalam bahadsa arab, riwayatnya mutawattir. Oleh karena itu terjemahan Al-Qur’an tidak disebut sebagai Al-Qur’an.
Para ahli ilmu kalam berpendapat bahwa Al-Qur’an itu adalah lafal yang diturunkan kepada Nabi Muhammad mulai dari awal surah Al-Fatihah sampai surah An-Nas, yang mempunyai keistimewaan-keistimewaan yang terlepas dari sifat-sifat kebendaan.
Dr. A. Yusuf Al-Qosim memberukan definisi Al-Qur’an dengan menyebutkan identitasnya :
“Al-Qur’an ialah kalam mu’jiz yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang tertulis dalam mushaf yang diriwayatkan dengan mutawattir, dan membacanya adalah ibadah.” Al-qur’an merupakan sendi fundamental  dan rujukan pertama bagi semua dalil dan hukum syari’at.


B.     Keistimewaan Al-Qur’an
Dari beberapa pengertian Al-Qur’an diatas maka dapat diketahui bahwa Al-Qur’an memiliki keistimewaan-keistimewaan yaitu :
1.   Lafadz dan maknanya datang dari allah swt, dan diwahyukan kepada Rosululloh Saw melalui perantaraan malaikat jibril. Nabi tidak merubah kalimat maupun pengertian (makna)nya, dan hanya menyampaikan apa yang beliau terima. Oleh karena itu, tidak boleh meriwayatkan Al-Qur’an dengan makna, inilah yang membedakan Al-Qur’an dengan Hadits Qudsy. Karena Hadits Qudsy merupakan perkataan Nabi yang maknanya merupakan wahyu dari Allah SWT.
2.    Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa arab, sebagaimana firman Allah SWT :
Artinya : “Sesungguhnya Kami menjadikan Al-Quran dalam bahasa Arab supaya kamu memahami(nya).”
Berdasarkan hal tersebut, maka terjemahan Al-Qur’an kedalam bahasa lain tidak disebut sebagai Al-Qur’an dan karenanya maka tidak sah sholat menggunakan terjemahan Al-Qur’an.
3.   Al-Qur’an disampaikan/ diterima melalui jalan mutawattir, sehinnga menimbulkan keyakinan dan kepastian akan kebenaranya. Dia dihafal dalam hati, dibukukan dalam mushaf dan disebar luaskan keseluruh negeri.
Allah menjamin terpeliharanya Al-Qur'an dengan firman-Nya.
Artinya : “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Quran, dan Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.”
C.   Kehujjahan Al-Qur’an
Semua ayat-ayat dalam Al-Qur’an merupakan hujjah yang dapat diterima secara yakin. Alasan bahwa Al-Qur’an adalah hujjah bagi ummat manusia, dan hukum-hukumnya merupakan undang-undang yang harus ditaati ialah : bahwa Al-Qur’an itu diturankan dari sisi Allah SWT, dan di sampaikan kepada umat manusia dengan jalan yang pasti, dan tidak terdapat keraguan mengenai kebenarannya. Segala hukum yang bersumber dari Al-Qur’an merupakan hukum yang pasti dan tidak terdapat keraguan didalammya.
C.     Kedudukan Al-Qur’an
Al-Qur’an merupakan sumber hukum pertama bagi ummat islam. Al-Qur’an merupakan sendi fundamental  dan rujukan pertama bagi semua dalil dan hukum syari’at. Beberapa ulama bahkan mengatakan bahwa Al-Qur'an merupakan satu-satunya sumber hukum Islam, sedangkan semua sumber yang lain hanyalah bersifat menjelaskan Al-Qur’an.
Terdapat sejumah ayat didalam Al-Qur’an yang menetapkan sumber-sumber syari’ah dan urutan prioritas sumber-sumber hukum tersebut. Salah satunya terdapat dalam surah An-Nisa’ ayat 59 :
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
Mentaati Allah dalam ayat ini menunjuk kepada Al-Qur’an, dan mentaati Rasul menunjuk kepada Hadits. Ketaatan kepada Ulul Amri menjadi rujukan bagi Ijma’, dan dagian terakhir dari ayat yang mengharuskan dikembalikannya segala perselisihan kepada Allah dan Rasulnya menunjukkan keabsahan Qiyas ketika tidak terdapat nash Al-Qur'an dan Hadits ataupun Ijma’.



E.  Kandungan Hukum Al-Qur’an
Terdapat tiga macam hukum yang terkandung dalam ayat-ayat Al-Qur'an, yaitu :
    Pertama, hukum-hukum yang berkaitan dengan Akidah (keimanan), yang bersangkutan dengan hal-hal yang harus dipercayai (diimani) oleh setiap muslim, mengenai Zat-Nya, para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Para Rosul-Nya, segala ketetapan dan ketentuan-Nya, serta hari kemudian.
   Kedua, hukum-hukum Allah yang bersangkutan dengan hal-hal yang harus dimiliki oleh setiap muslim atau hal-hal yang harus dijadikan perhiasan oleh setiap mukallaf (Akhlaqul Karimah), berupa hal-hal keutamaan dan menghindarkan diri dari hal kehinaan.
  Ketiga, hukum-hukum amaliyah yang bersangkutan dengan tindakan setiap mukallaf, yang meliputi masalah perkataan, perbuatan, akad dan pembelanjaan (pengelolaan harta benda). Macam yang ketiga ini merupakan Fiqhul Qur’an.
Hukum amaliyah dalam Al-Qur'an terdiri dari dua cabang hukum, yaitu :
1.  Hukum-hukum Ibadah, seperti sholat, puasa, zakat, haji, nadzar, sumpah dan ibadah-ibadah lainnya yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan Tuhannya.
2.  Hukum-hukum Muamalah, seperti : akad, pembelanjaan, hukuman, pidana, hutang-piutang dan lain-lain yang tidak berkaitan dengan ibadah vertikal. Hukum Muamalah mengatur hubungan antara manusia dengan sesamanya baik perseorangan ataupun kelompok.






AL-HADITS/ AS-SUNNAH
A.  Pengertian
Secara lughowiyah hadits berarti baru, hadits juga dapat diartikan “sesuatu yang dibicarakan dan dinukil.”
Menurut istilah ahli hadits yang dimaksud dengan As-Sunnah adalah segala yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik yang berupa perkataan, perbuatan, dan pengakuan/ ketetapan Rasulullah SAW, yang berposisi sebagai petunjuk dan tasyri’.
Sedangkan menurut istilah ahli ushul fiqh hadits adalah perkataan, perbuatan dan penetapan yang disandarkan kepada nabi Muhammad saw setelah kenabiannya. Adapun perkataan, perbuatan dan penetapan beliau sebelum kenabiannya tidak dianggap sebagai hadits.
 B. Kehujjhan Hadits
Para ulama bersepakat bahwa sunnah merupakan sumber syari’ah yang ketentuan-ketentuannya sejajar dengan Al-Qur'an. Hal ini jika hadits tersebut merupakan hadits yang mutawattir (shohih). Hukum islam merupakan apa yang terkandung dalam Al-Qur'an menurut penjelasan rosul melalui sunnahnya
 Bukti tentang kehujjahan hadits sebagai sumber hukum didasarkan kepada beberapa ayat Al-Qur'an, diantaranya :
Katakanlah: "Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, Maka Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir".
C.  Kedudukan Hadits
Kedudukan hadits menurut urutan prioritas sumber-sumber hukum syari’ah berada pada posisi kedua setelah Al-Qur'an. Seorang mujtahid tidak akan kembali kepada hadits ketika membahas suatu kejadian, kecuali jika hal tersebut tidak terdapat dalam Al-Qur'an.
Abdullah bin Mas’ud Ra. mengatakan bahwa : siapa diantara kalian yang diminta keputusannya, maka hendaklah ia memutuskan menurut Kitabullah. Jika masalah yang dihadapi tersebut tidak terdapat sdalah Kitabullah, maka hendaklah ia memutuskan menurut keputusan yang diambil oleh Rosululloh Saw.
Adapun hubungan Hadits dengan Al-Qur'an dari segi kandungannya, adalah :
1.      Adakalanya hadits mengukuhkan hukum yang telah ada pada Al-Qur'an. Sehingga permasalahan tersebut memiliki dua dasar hukum yang dapat dijadikan hujjah. Seperti : perintah mendirikan sholat, puasa, zakat, haji, juga larangan menyekutukan allah, membunuh dan lain-lain.
2.      Adakalanya hadits memperinci dan menjelaskan hal-hal yang telah ada pada Al-Qur'an, atau mentakhshish hal hal yang terdapat dalam Al-Qur'an. Seperti hadits fi’liyah tentang cara mendirikan sholat, manasik haji dan sebagainya.
3.      Adakalanya hadits membentuk / menetapkan hukum baru yang tidak terdapat dalam Al-Qur'an. Misalnya, hadits tentang keharaman binatang buas yang bertaring dan burung yang  bercakar tajam, juga keharaman memakai kain sutera bagi laki-laki, dan sebagainya.
  D.        Macam-Macam Hadits
Dari pengertaian sunnah yang telah dikemukakan diatas, maka sunnah dapat dibagi kedalam tiga macam, yaitu ;
1.      Sunnah Qouliyah, yaitu sunnah yang berupa perkataan-perkataan beliau tentang suatu permasalahan yang berkaitan dengan hukum Syari’at.
2.      Sunnah Fi’liyah, yaitu sunnah yang berupa amaliyah yang dikerjakan oleh Nabi Muhammad SAW, seperti cara beliau melaukan sholat, puasa, wudhu, dan lain-lain.
3.      Sunnah Taqririyah, yaitu pengakuan/ pembenaran Nabi SAW terhadap perkataan atau perbuatan yang bersumber dari sahabatnya, baik pembenaran itu dengan diamnya atau tidak diingkarinya maupun dengan menyatakan persetujuannya. Baik perkataan atau perbuatan sahabatnya itu dilakukan didepannya ataupun dibelakangnya. Pembenaran terhadap perkataan atau perbuatan sahabat ini dipandang sebagai hadits juga karena jika perbuatan atau perkataan sahabat itu munkar tentu beliau melarangnya.

SAKIT
A.    Pengertian Sakit
Sakit adalah keadaan dimana fisik, emosional, intelektual, social, perkembangan atau seseorang berkurang atau terganggu bukan hanya keadaan terjadinya proses penyakit. Oleh karena itu sakit tidak sama dengan penyakit. Sebagai contoh klien dengan leukemia yang sedang menjalani pengobatan mungkin akan mampu berfungsi seperti biasanya, sedangkan klien lain dengan kanker payudara yang sedang mempersiapkan diri untuk menjalani operasi mungkin akan merasakan akibatnya pada dimensi fisik, selain dimensi fisik. Perilaku sakit merupakan perilaku orang sakit yang meliputi: cara seseorang memantau tubuhnya; mendefinisikan dan menginterpretasikan gejala yang dialami; melakukan upaya penyembuhan;  dan penggunaaan pelayanan system kesehatan.
B.     Ciri-ciri Sakit
1.   Individu percaya bahwa ada kelainan dalam tubuh; merasa dirinya tidak sehat/ merasa timbulnya berbagai gejala merasa adanya bahaya.
Mempunyai 3 aspek:
·         Secara fisik : nyeri, panas tinggi.
·         Kognitif : interpretasi terhadap gejala.
·         Respon emosi terhadap ketakutan/ kecemasan.
2.   Asumsi terhadap peran sakit (sick rok). Penerimaan terhadap sakit.

C.     Konsep Sehat dan Sakit Menurut Islam
Sakit dan penyakit merupakan suatu peristiwa yang selalu menyertai hidup manusia sejak jaman Nabi Adam. Kita memahami apapun yang menimpa manusia adalah takdir, sakit pun merupakan takdir. Lantas kalau sakit merupakan takdir, kalau kita sakit kenapa harus mencari sehat /kesembuhan? Lantas bua apa dan apa manfaat berobat? Dari sinilah landasan kita berpijak dalam memahami sehat, sakit, obat dan upaya pengobatan.
Di hadapan Allah, orang saki
t bukanlah orang yang hina. Mereka justru memiliki kedudukan yang sangat mulia. “Tidak ada yang yang menimpa seorang muslim kepenatan, sakit yang berkesinambungan (kronis), kebimbangan, kesedihan, penderitaan, kesusahan, sampai pun duri yang ia tertusuk karenanya, kecuali dengan itu Allah menghapus dosanya.:
(Hadist diriwayatkan oleh Al-Bukhari)
Bahkan Allah menjanjikan apabila orang yang sakit apabila ia bersabar dan berikhtirar dalam sakitnya, selain Allah menghapus dosa-dosanya.
“Tidaklah seorang muslim tertimpa derita dari penyakit atau perkara lain kecuali Allah hapuskan dengannya (dari sakit tersebut) kejelekan-kejelekannya (dosa-dosanya) sebagaimana pohon menggugurkan daunnya.”(Diriwayatkan oleh Imam Muslim)
“Jika kamu menjenguk orang sakit, mintalah kepadanya agar berdoa kepada Allah untukmu, karena doa orang yang sakit seperti doa para malaikat.”
(HR. Asy-Suyuti)
D.    Sakit Pandangan Alquran

Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya: “(Ya Tuhanku), Sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan yang Maha Penyayang di antara semua Penyayang”. Maka Kamipun memperkenankan seruannya itu, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah. (Al Quran Surah Al Anbiyaa’ [21]:83-84)
الرَّاحِمِينَ أَرْحَمُ وَأَنْتَ الضُّرُّ مَسَّنِيَ  أَنِّي رَبَّهُ نَادَى إِذْ وَأَيُّوبَ
مِنْ رَحْمَةً مَعَهُمْ وَمِثْلَهُمْ أَهْلَهُ وَآتَيْنَاهُ ضُرٍّ مِنْ بِهِ مَا فَاسْتَجَبْنَا لَهُ فَكَشَفْنَا   لِلْعَابِدِينَ وَذِكْرَى  عِنْدِنَا
Artinya:
dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya: "(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang".
Maka Kami pun memperkenankan seruannya itu, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah.
Ayat diatas mengisahkan Nabi Ayub yang ditimpa penyakit, kehilangan harta dan anak-anaknya. Dari seluruh tubuhnya hanya hati dan lidahnya yang tidak tertimpa penyakit, karena dua organ inilah yang dibiarkan Allah tetap baik dan digunakan oleh Nabi Ayub untuk berzikir dan memohon keridhoan Allah, dan Allah pun mengabulkan doanya, hingga akhirnya Nabi Ayub sembuh dan dikembalikan harta dan keluarganya.
Dari sini dapat diambil pelajaran agar manusia tidak berprasangka buruk kepada Allah, tidak berputus asa akan rahmat Allah serta bersabar dalam menerima takdir Allah. Karena kita sebagai manusia perlu meyakini bahwa apabila Allah mentakdirkan sakit maka kita akan sakit, begitu pula apabila Allah mentakdirkan kesembuhan, tiada daya upaya kecuali dengan izin-Nya kita sembuh.
(Yaitu Tuhan) yang telah menciptakan Aku, Maka Dialah yang menunjuki Aku. Dan Tuhanku, yang Dia memberi Makan dan minum kepadaKu. Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan Aku. Dan yang akan mematikan Aku, kemudian akan menghidupkan aku (kembali). Dan yang Amat kuinginkan akan mengampuni kesalahanku pada hari kiamat”. (Al Quran surah Asy Syu’araa’ [26]: 78 – 82)
 وَيَسْقِينِ وَالَّذِي هُوَ يُطْعِمُنِي الَّذِي خَلَقَنِي فَهُوَ يَهْدِينِ
وَالَّذِي يُمِيتُنِي ثُمَّ يُحْيِينِ وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ
وَالَّذِي أَطْمَعُ أَنْ يَغْفِرَ لِي خَطِيئَتِي يَوْمَ الدِّينِ

Artinya :
(yaitu Tuhan) Yang telah menciptakan aku, maka Dialah yang menunjuki aku, dan Tuhanku, Yang Dia memberi makan dan minum kepadaku, dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku, dan Yang akan mematikan aku, kemudian akan menghidupkan aku (kembali), dan Yang amat kuinginkan akan mengampuni kesalahanku pada hari kiamat".
E.     Sakit Pandangan Hadis
Di hadapan Allah, orang sakit bukanlah orang yang hina. Mereka justru memiliki kedudukan yang sangat mulia. “Tidak ada yang yang menimpa seorang muslim kepenatan, sakit yang berkesinambungan (kronis), kebimbangan, kesedihan, penderitaan, kesusahan, sampai pun duri yang ia tertusuk karenanya, kecuali dengan itu Allah menghapus dosanya.:
(Hadist diriwayatkan oleh Al-Bukhari)
 Bahkan Allah menjanjikan apabila orang yang sakit apabila ia bersabar dan berikhtirar dalam sakitnya, selain Allah menghapus dosa-dosanya.
“Tidaklah seorang muslim tertimpa derita dari penyakit atau perkara lain kecuali Allah hapuskan dengannya (dari sakit tersebut) kejelekan-kejelekannya (dosa-dosanya) sebagaimana pohon menggugurkan daunnya.”(Diriwayatkan oleh Imam Muslim)
“Jika kamu menjenguk orang sakit, mintalah kepadanya agar berdoa kepada Allah untukmu, karena doa orang yang sakit seperti doa para malaikat.”
(HR. Asy-Suyuti)



























REFERENSI

Ikhsan muhammad. 2008. Konsep Sehat dan Sakit Menurut Islam. http://forum.abatasa.com. Last update 05 maret 2012 pukul 10.17
Amiq saiful. 2008. Al quran dan Hadis. http://saifoel.multiply.com. Last update 05 maret 2012 pukul 16.09
Anonim. 2012. Konsep sehat sakit menurut WHO. http://www.scribd.com. Last update 05 maret 2012 pukul 11.20

Tidak ada komentar:

Posting Komentar