Selasa, 19 November 2013

BAGAIMANA MENJADI ISTRI SHALIHAH?

AGAR PERNIKAHAN MENJADI AMAL SHALIH KITA

...
5 hari menjelang ramadhan berakhir kugunakan untuk instrospeksi diri, baik sebagai istri, ibu, pemimpin, anak, dan saudara. Dari hasi pencarian kebaikan, kutemukan tulisan yang sangat baik ini. Semoga aku diberikan taufiq oleh Allah untuk benar-benar mengamalkannya sehingga pernikahan benar-benar menjadi ladang menanam kebaikan untuk dituai di akhirat kelak. Amin. Semoga bermanfaat.

Pernikahan adalah kehidupan yang tidak ringan untuk dijalani. Kekecewan, kemarahan,kesedihan mengiringi gelak tawa bersama suami tercinta. Tak jarang kita harus menjalani episode mengorbankan perasaan demi membahagiakan suami. Alangkah ruginya jika semua jerih payah itu tidak membuat kita semakin bertaqwa dan meraih kedudukan yang tinggi di hadapan Allah ta’la. Terlebih lagi jika justru pernikahan itu yang membuat kita terseret ke neraka. Naudzubillah…


Untuk itu kita butuh ilmu, agar tahu bagaimana caranya meraih surga melalui ibadah pernikahan. Berikut adalah langkah yang harus kita tempuh agar bisa menjadi istri shalihah, yang akan menuai pahala dan kedudukan yang tinggi dengan keshalihan itu..

[1]. Taat Kepada Suaminya

Setelah wali atau orang tua sang isteri menyerahkan kepada suaminya, maka kewajiban taat kepada suami menjadi hak tertinggi yang harus dipenuhi, setelah kewajiban taatnya kepada Allah dan Rasul-Nya shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Sebagaimana sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
“Artinya : Seandainya aku boleh menyuruh seorang sujud kepada seseorang, maka aku akan perintahkan seorang wanita sujud kepada suaminya.” [1]
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
“Artinya : Apabila seorang isteri mengerjakan shalat yang lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya (menjaga kehormatannya) , dan taat kepada suaminya, niscaya ia akan masuk Surga dari pintu mana saja yang dikehendakinya.” [2]
Dalam hadits yang lain, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang sifat wanita penghuni Surga,
“Artinya : Wanita-wanita kalian yang menjadi penghuni Surga adalah yang penuh kasih sayang, banyak anak, dan banyak kembali (setia) kepada suaminya yang apabila suaminya marah, ia mendatanginya dan meletakkan tangannya di atas tangan suaminya dan berkata, ‘Aku tidak dapat tidur nyenyak hingga engkau ridha.’” [3]
Dikisahkan pada zaman Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, ada seorang wanita yang datang dan mengadukan perlakuan suaminya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Dari Hushain bin Mihshan, bahwasanya saudara perempuan dari bapaknya (yaitu bibinya) pernah mendatangi Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam karena ada suatu keperluan. Setelah ia menyelesaikan keperluannya, Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadanya, “Apakah engkau telah bersuami?” Ia menjawab, “Sudah.” Beliau bertanya lagi, “Bagaimana sikapmu kepada suamimu?” Ia menjawab, “Aku tidak pernah mengurangi (haknya) kecuali yang aku tidak mampu mengerjakannya.”

Maka, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
“Artinya : Perhatikanlah bagaimana hubunganmu dengannya karena suamimu (merupakan) Surgamu dan Nerakamu.” [4]
Hadits ini menggambarkan perintah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam untuk memperhatikan hak suami yang harus dipenuhi isterinya karena suami adalah Surga dan Neraka bagi isteri. Apabila isteri taat kepada suami, maka ia akan masuk Surga, tetapi jika ia mengabaikan hak suami, tidak taat kepada suami, maka dapat menyebabkan isteri terjatuh ke dalam jurang Neraka. Nasalullaahas salaamah wal ‘aafiyah.
Bahkan, dalam masalah berhubungan suami isteri pun, jika sang isteri menolak ajakan suaminya, maka ia akan dilaknat oleh Malaikat, sebagaimana Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Artinya : Apabila seorang suami mengajak isterinya ke tempat tidur (untuk jima’/bersetubuh) dan si isteri menolaknya [sehingga (membuat) suaminya murka], maka si isteri akan dilaknat oleh Malaikat hingga (waktu) Shubuh.” [5]
Dalam riwayat lain (Muslim) disebutkan: “sehingga ia kembali”. Dan dalam riwayat lain (Ahmad dan Muslim) disebutkan: “sehingga suaminya ridha kepadanya”.
Yang dimaksud “hingga kembali” yaitu hingga ia bertaubat dari perbuatan itu. [6]
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Demi Allah, yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, seorang wanita tidak akan bisa menunaikan hak Allah sebelum ia menunaikan hak suaminya. Andaikan suami meminta dirinya padahal ia sedang berada di atas punggung unta, maka ia (isteri) tetap tidak boleh menolak.” [7]

[2]. Banyak Bersyukur Dan Tidak Banyak Menuntut


Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Artinya : Diperlihatkan Neraka kepadaku dan aku melihat kebanyakan penghuninya adalah kaum wanita, mereka kufur.” Para Shahabat bertanya: “Apakah disebabkan kufurnya mereka kepada Allah?” Rasul menjawab: “(Tidak), mereka kufur kepada suaminya dan mereka kufur kepada kebaikan. Seandainya seorang suami dari kalian berbuat kebaikan kepada isterinya selama setahun, kemudian isterinya melihat sesuatu yang jelek pada diri suaminya, maka dia mengatakan, ‘Aku tidak pernah melihat kebaikan pada dirimu sekalipun.’” [11]
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
“Artinya : Allah tidak akan melihat kepada seorang wanita yang tidak bersyukur kepada suaminya, dan dia selalu menuntut (tidak pernah merasa cukup).” [12]

Dalam hadits lain, Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Artinya : Sesungguhnya orang yang selalu melakukan kefasikan adalah penghuni Neraka.” Dikatakan, “Wahai Rasulullah, siapakah yang selalu berbuat fasik itu?” Beliau menjawab, “ Para wanita.” Seorang Shahabat bertanya, “Bukankah mereka itu ibu-ibu kita, saudari-saudari kita, dan isteri-isteri kita?” Beliau menjawab, “Benar. Akan tetapi apabila mereka diberi sesuatu, mereka tidak bersyukur. Apabila mereka ditimpa ujian (musibah), mereka tidak bersabar.” [13]

[3]. Isteri Diperintahkan Untuk Tinggal Di Rumah Dan Mengurus Rumah Tangga Dengan Baik

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
“Artinya : Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan (bertingkah laku) seperti orang-orang Jahiliyyah dahulu, dan laksanakanlah shalat, tunaikanlah zakat, taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” [Al-Ahzaab : 33]
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Wanita adalah aurat. Apabila ia keluar, syaitan akan menghiasinya dari pandangan laki-laki.” [14]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullaah berkata, “Tidak boleh baginya untuk keluar dari rumahnya kecuali mendapat izin dari suami. Seandainya ia keluar tanpa izin dari suaminya, maka ia telah berlaku durhaka dan bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan wanita tersebut berhak mendapatkan hukuman.” [15]
bagi orang yang tidak bersyukur, maka Allah ‘Azza wa Jalla justru akan membuat dirinya seakan-akan serba kekurangan dan tidak pernah merasa puas dengan apa yang dia dapatkan.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Artinya : Barangsiapa yang menjaga kehormatan dirinya, maka Allah akan jaga dirinya dan barangsiapa yang merasa cukup, maka Allah akan memberikan kecukupan kepada dirinya.” [16]
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam memuji orang-orang yang qana’ah (merasa puas) dengan apa yang Allah Ta’ala karuniakan, beliau bersabda:
“Sungguh beruntung orang yang masuk Islam, rizkinya cukup, dan Allah memberikan kepuasan terhadap apa yang telah dikaruniakannya.” [17]

[4]. Berhias Dan Mempercantik Diri Untuk Suami, Selalu Tersenyum Dan Tidak Bermuka Masam Di Hadapan Suaminya, Juga Jangan Sampai Ia Memperlihatkan Keadaan Yang Tidak Disukai Oleh Suaminya.

Allah Ta’ala berfirman:
“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)- Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir.” [Ar-Ruum : 21]
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Artinya : Sebaik-baik isteri adalah yang menyenangkan jika engkau melihatnya, taat jika engkau menyuruhnya, serta menjaga dirinya dan hartamu di saat engkau pergi.” [19]

[5]. Tidak Boleh Mengungkit-ungkit Apa Yang Pernah Ia Berikan Dari Hartanya Kepada Suaminya Maupun Keluarganya.

Karena menyebut-nyebut pemberian dapat membatalkan pahala. Allah Ta’ala berfirman:
“Artinya ; Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu merusak sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima).” [Al-Baqarah : 264]

[6]. Tidak Menyakiti Suami, Baik Dengan Ucapan Maupun Perbuatan.

Seorang isteri tidak boleh memanggil suami dengan kejelekan atau mencaci-makinya karena yang demikian itu dapat menyakiti hati suami.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Artinya : Tidaklah seorang isteri menyakiti suaminya di dunia, melainkan isterinya dari para bidadari Surga akan berkata, ‘Janganlah engkau menyakitinya. Celakalah dirimu! Karena ia hanya sejenak berkumpul denganmu yang kemudian meninggalkan- mu untuk kembali kepada kami.” [20]

[7 Berbuat Baik Kepada Kedua Orang Tua Dan Kerabat Suami.

Karena seorang isteri tidak dianggap berbuat baik kepada suaminya jika ia memperlakukan orang tua dan kerabatnya dengan kejelekan. Setiap isteri harus memperhatikan kedua orang tua suami dan berbuat baik kepada mereka.

[8] Pandai Menjaga Rahasia Suami Dan Rahasia Rumah Tangga. Jangan Sekali-kali Ia Menyebarluaskannya.

Tidak boleh mengabarkan/ menceritakan suaminya kepada orang lain, tidak membocorkan rahasianya dan tidak membuka apa yang disembunyikan dan tidak membuka aib suaminya. Dan di antara rahasia yang paling dalam adalah perkara ranjang suami-isteri. Sungguh, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah melarang hal itu.

[9]. Isteri Harus Bersungguh-Sungguh Dalam Menjaga Keberlangsungan Rumah Tangga Bersama Suami-nya.

Janganlah ia meminta cerai tanpa ada alasan yang disyari’atkan.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Artinya ; Siapa pun isteri yang meminta cerai dari suaminya tanpa alasan yang benar, maka ia tidak akan mencium aroma Surga.” [21]

Juga sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam,
“ Para isteri yang meminta cerai adalah orang-orang munafik.” [22]

[Disalin dari buku Bingkisan Istimewa Menuju Keluarga Sakinah, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Putaka A-Taqwa Bogor - Jawa Barat, Cet Ke II Dzul Qa'dah 1427H/Desember 2006]
[1] Hadits hasan shahih: Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (no. 1159), Ibnu Hibban (no. 1291 - al-Mawaarid) dan al-Baihaqi (VII/291), dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu. Hadits ini diriwayatkan juga dari beberapa Shahabat. Lihat Irwaa-ul Ghaliil (no. 1998).
[2] Hadits hasan shahih: Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban (no. 1296 al-Mawaarid) dari Shahabat Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu. Lihat Shahiih Mawaariduzh Zham’aan (no. 1081).
[3] Hadits hasan: Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam Mu’jamul Kabir (XIX/140, no. 307) dan Mu’jamul Ausath (VI/301, no. 5644), juga an-Nasa-i dalam Isyratun Nisaa’ (no. 257). Hadits ini dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilah ash-Shahiihah (no. 287).
[4] Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah (VI/233, no. 17293), an-Nasa-i dalam ‘Isyratin Nisaa’ (no. 77-83), Ahmad (IV/341), al-Hakim (II/189), al-Baihaqi (VII/291), dari bibinya Husain bin Mihshan radhiyallaahu ‘anhuma. Al-Hakim berkata, “Sanadnya shahih.” Dan disepakati oleh adz-Dzahabi.
[5] Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 3237, 5193, 5194), Muslim (no. 1436), Ahmad (II/255, 348, 386, 439, 468, 480, 519, 538), Abu Dawud (no. 2141) an-Nasa-i dalam ‘Isyratun Nisaa’ (no. 84), ad-Darimi (II/149-150) dan al-Baihaqi (VII/292), dari Shahabat Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu.
[6] Fat-hul Baari (IX/294-295) .
[7] Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Ibnu Majah (no. 1853), Ahmad (IV/381), Ibnu Hibban (no. 1290- al-Mawaarid) dari ‘Abdullah bin Abi Aufa radhiyallaahu ‘anhu. Lihat Aadabuz Zifaaf (hal. 284).
[8] Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 5195), Muslim (no. 1026) dan Abu Dawud (no. 2458) dari Shahabat Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, dan lafazh ini milik Muslim.
[9] Syarah Shahiih Muslim (VII/115).
[10] Fat-hul Baari (IX/296).
[11] Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 29, 1052, 5197) dan Muslim (no. 907 (17)), Abu ‘Awanah (II/379-380) , Malik (I/166-167, no. 2), an-Nasa-i (III/146, 147, 148) dan al-Baihaqi (VII/294), dari Shahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhuma.
[12] Hadits shahih: Diriwayatkan oleh an-Nasa-i dalam Isyratin Nisaa’ (no. 249), al-Baihaqi (VII/294), al-Hakim (II/190) dan ia berkata, “Hadits ini sanadnya shahih, namun al-Bukhari dan Muslim tidak mengeluarkannya.” Dan disepakati oleh adz-Dzahabi, dari Shahabat ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallaahu ‘anhuma. Lihat Silsilah ash-Shahiihah (no. 289).
[13] Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Ahmad (III/428, IV/604) dari Shahabat ‘Abdurrahman bin Syabl radhiyallaahu ‘anhu. Lihat Silsilah ash-Shahiihah (no. 3058)
[14] Hadits shahih: Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (no. 1173), dari Shahabat ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu. Lihat Shahiihul Jaami’ (no. 6690).
[15] Majmuu’ Fataawaa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (XXXII/281).
[16] Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 1427) dan Muslim (no. 1034). Lihat Fat-hul Baari (III/294), dari Shahabat Hakim bin Hizam radhiyallaahu ‘anhu
[17] Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 1054), dari Shahabat ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash radhiyallaahu ‘anhuma.
[18] Shahiih Washaaya Rasuul lin Nisaa’ (hal. 469-470).
[19] Hadits shahih: Diriwayatkan oleh ath-Thabrani, dari ‘Abdullah bin Salam. Lihat Shahiihul Jaami’ (no. 3299).
[20] Hadits shahih: Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (no. 1174), dari Shahabat Mu’adz bin Jabal radhiyallaahu ‘anhu
[21] Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 2226) dan at-Tirmidzi (no. 1187, 2055) dari Shahabat Tsauban radhiyallaahu ‘anhu. Lihat Irwaa-ul Ghaliil (no. 2035).
[22] Hadits shahih: Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (no. 1186) dari Shahabat Tsauban radhiyallaahu ‘anhu. Lihat Silsilah ash-Shahiihah (no. 632) dan Shahiihul Jaami’ (no. 6681). Point 4-9 dinukil dari kitab al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil ‘Aziiz (hal. 305-309) secara ringkas.

Sumber : Assunnah-Qatar.com
Judul Asli : Ketaatan Isteri Kepada Suaminya
Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
Disusun ulang oleh Ummul miqdad

Tidak ada komentar:

Posting Komentar